• Senin, 27 Januari 2025

Blackout Sistem Kelistrikan Pulau Sumatera, Ini Kata Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia

Rabu, 05 Juni 2024 - 14.03 WIB
190

Dosen Teknik Elektro Institut Teknologi Sumatera dan Tim Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Provinsi lampung, Syamsyarief Baqaruzi. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Blackout atau pemadaman listrik besar-besaran yang terjadi di sebagian besar wilayah Sumatera termasuk Provinsi Lampung, merupakan peristiwa luar biasa yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal dan internal. 

Gangguan tersebut terjadi pada jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 275 KV Linggau–Lahat, yang menyebabkan kondisi kelistrikan di Sumsel, Jambi, Bengkulu, dan Lampung serta sebagian sistem interkoneksi sumatera terganggu. 

Dosen Teknik Elektro Institut Teknologi Sumatera dan Tim Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Provinsi lampung, Syamsyarief Baqaruzi mengatakan, jika sistem transmisi Linggau merupakan bleed system yang saling terhubung dan mencakup beberapa wilayah di Sumatra. 

"Sistem ini dirancang untuk menjaga keandalan pasokan listrik, sehingga sistem kelistrikan menjadi lebih stabil dan efisien," kata Syamsyarief saat dimintai keterangan, Rabu (5/6/2024).

Menurut nya program tol listrik sumatera 275 kV telah diresmikan sejak Juni 2019 dan dinyatakan layak beroperasi dengan mengantongi Rekomendasi Laik Bertegangan (RLB) yang telah di verifikasi oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementrian ESDM. 

Tol Listrik Sumatera merupakan backbone penyaluran energi listrik dari Sistem Sumatera Bagian Selatan menuju Sumatera Bagian Utara atau sebaliknya. 

Disebut Tol Listrik Sumatera diketahui membentang di sepanjang jalur Lahat - Lubuk Linggau - Bangko - Muara Bungo - Kiliranjao - Paya Kumbuh - Padang Sidempuan - Sarula - Simangkok - Galang dengan panjang 2.866 kilometer sirkit (kms). 

"Manfaat dari Tol Listrik Sumatera ini adalah untuk mengevakuasi daya listrik murah yang dihasilkan oleh pembangkit-pembangkit listrik yang ada di Sumatera Selatan menuju ke arah utara Sumatera," jelasnya.

Menurutnya hal tersebut kedepan akan menurunkan biaya pokok produksi (BPP) listrik di Pulau Sumatera juga meningkatkan keandalan karena sudah terinterkoneksinya listrik dari Selatan hingga Utara Sumatera. 

Sementara itu dalam mengatasi ketidaknormalan yang terjadi, seharusnya selalu dilakukan pemeliharaan rutin yang bekerja dibagian operasional dan unit Pusat Pengatur Beban sesuai dengan code conduct dan pedoman operasional.

"Kasus di Provinsi Lampung menurut saya dari sisi pemeliharaan yang tepat dan teratur sangat penting untuk mencegah terjadinya gangguan besar seperti ini," jelasnya.

Sehingga pembangkit tenaga listrik yang ada di Lampung sudah cukup memenuhi beban puncak di Provinsi Lampung itu sendiri. Namun, beberapa jenis pembangkit memang merespon dengan lambat atau membutuhkan waktu untuk meningkatkan outputnya, seperti pembangkit jenis PLTU.

"Sistem pengendalian dan pengaturan beban mungkin tidak dirancang untuk dengan cepat mengalihkan pasokan listrik dari pembangkit lokal ke jaringan yang lebih luas," kata dia. 

Sehingga dibutuhkan percepatan program transmisi 275 KV dengan pembangkit-pembangkit mini tersebar untuk membantu menopang sebagian daerah yang masih belum teraliri listrik. 

"Selain itu, peremajaan beberapa aset PLN mulai dari area pembangkitan, transmisi, dan distribusi, serta respon terhadap teknologi baru dalam modernisasi perangkat yang bertugas sebagai tulang punggung kelistrikan sangat diperlukan," sambungnya.

Langkah-langkah seperti menambah kapasitas gardu induk dan mengembangkan fasilitas penyimpanan energi seperti baterai besar untuk menyimpan surplus energi dan melepaskannya saat dibutuhkan dapat menjadi solusi.

Pemulihan dari blackout listrik tidak selalu bisa dilakukan dengan cepat karena beberapa alasan teknis dan operasional yang kompleks. Identifikasi penyebab gangguan, terutama pada saluran transmisi yang lebih kompleks, membutuhkan waktu. 

"Sistem kelistrikan terdiri dari banyak komponen yang saling berhubungan, dan gangguan pada satu bagian bisa mempengaruhi bagian lainnya," kata dia.

Sementara itu, blackout sendiri berdampak pada semua sektor pemerintahan, termasuk rumah sakit, pendidikan, UMKM, manufaktur, ritel, perkantoran, dan terutama sektor telekomunikasi yang sangat bergantung pada energi listrik. 

Kerugian terjadi pada berbagai sektor ini, mengganggu operasional dan menyebabkan kerugian finansial yang cukup signifikan biarpun terjadi dalam kurang dari 24 jam. 

"Tapi ada juga beberapa pihak yang diuntungkan, seperti penjualan genset dan bisnis hotel serta tempat-tempat makan yang menggunakan genset sebagai suplai cadangan kelistrikan," tambahnya.

Namun, ia mengatakan, jika PLN telah melakukan langkah yang tepat dengan melakukan penormalan kelistrikan area distribusi secara bertahap untuk menghindari lonjakan beban yang bisa menyebabkan gangguan tambahan. 

Proses ini, meskipun memakan waktu yang cukup lama, penting untuk memastikan stabilitas dan keamanan sistem kelistrikan. 

"Untuk mengatasi dan mencegah terulangnya kejadian serupa, diperlukan perbaikan dan peningkatan sistem kelistrikan, termasuk pemeliharaan rutin, percepatan program transmisi, pengembangan fasilitas penyimpanan energi, dan modernisasi perangkat kelistrikankelistrikan," bebernya.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan sistem kelistrikan dapat menjadi lebih stabil dan andal, serta mampu merespon dengan cepat terhadap gangguan yang terjadi. (*)

Editor :