• Rabu, 26 Juni 2024

Tak Pernah Terima Surat Panggilan Sidang Cerai, Pria di Lamsel Jadi Duda Tanpa Sidang

Kamis, 16 Mei 2024 - 15.18 WIB
4.9k

Wakil Ketua Pengadilan Agama Kalianda, Ahmad Reza saat memberikan keterangan di ruang media center. Kamis (16/5/2024). Foto: Handika/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Selatan - Seorang pria bernama Mat Yusuf menjadi korban ketidakberesan gugatan cerai secara elektronik di Pengadilan Agama Kalianda, Lampung Selatan (Lamsel).

Bahkan, ia harus menerima mentah-mentah putusan cerai yang diajukan oleh mantan istrinya Supiyati meski Mat Yusuf sama sekali tak pernah menerima surat panggilan sidang di Pengadilan Agama Kalianda yang dikirim melalui jasa PT Pos.

Puncaknya, Mat Yusuf melawan sengkarut putusan tersebut dengan didampingi puluhan massa dari LSM GMBI Lamsel yang menggelar aksi demontrasi didepan Kantor Pengadilan Agama Kalianda, Kamis (16/5/2024).

Sekretaris LSM GMBI Lamsel, Suherman menyatakan, Pengadilan Agama Kalianda sebagai instrumen hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya.

"Mungkin mereka mengatakan sudah dijalankan secara prosedural, tetapi ini adalah bukti bahwa ketika mereka mengatakan sudah menjalankan prosedural hukum tapi pak Mat Yusuf ini adalah korban yang jelas-jelas tidak pernah menerima apa itu surat panggilan, ataupun relaas yang disampaikan oleh Pengadilan Agama Kalianda," kata Suherman, usai aksi demo.

Suherman melanjutkan, kasus ini merupakan pukulan keras bagi Pengadilan Agama Kalianda yang menggunakan jasa PT Pos untuk menyampaikan surat undangan sidang.

"Dengan adanya pengakuan kurir PT Pos bahwa mereka memegang suratnya artinya tidak disampaikan langsung baik itu kepada kepala desa, keluarga , ataupun yang bersangkutan," ujarnya.

Suherman menduga, ada perbuatan pidana gegara surat panggilan tak sampai dan berakibat putusan cerai dijatuhkan kepada Mat Yusuf. Dalam mediasi dengan pihak Pengadilan Agama Kalianda, panitera mengaku telah memverifikasi surat undangan diterima melalui surat tanda terima yang telah ditandatangani.

"Korban tidak pernah merasa menandatangani. Artinya disini ada indikasi dugaan pidana, kita akan laporkan ke pihak penegak hukum," tegasnya.

Dalam mediasi, Wakil Ketua Pengadilan Agama menyampaikan dua hal, pertama tentang sosial yakni ada 3 anak tergugat yang harus diperhatikan masa depannya termasuk tergugat.

"Dan kedua, mereka menawarkan proses hukum dengan melakukan peninjauan kembali (PK), saya rasa akan sulit melakukan peninjauan kembali karena pihak penggugat mantan istri sudah menikah lagi dan tidak mungkin melakukan upaya hukum terkait gugatan tersebut," tandas Suherman.

Wakil Ketua Pengadilan Agama Kalianda, Ahmad Reza menerangkan, sengkarut bermula dari perkara gugat cerai yang diajukan oleh si istri terhadap suaminya dan didaftarkan secara elektronik.

"Secara prosedur, semua tahapan-tahapan penanganan perkara sudah kami lakukan secara aturan. Sesuai dengan prosedur yang berlaku, tidak ada prosedur yang kami langgar," kata Ahmad.

Ahmad Reza menambahkan, karena perkara ini didaftarkan secara elektronik, sesuai aturan Pengadilan Agama Kalianda tidak bekerja sendiri melainkan bermitra dalam hal pemanggilan pihak-pihak berperkara untuk datang dalam persidangan.

Disitulah, terus Ahmad Reza, terindikasi ada sedikit hal yang tidak sesuai aturan terkait pemanggilan yang dilakukan oleh PT Pos selaku mitra kerja. Sehingga, walaupun terlihat kecil namun berakibat fatal.

"Karena dalam laporan pemanggilan itu sudah dinyatakan bertemu langsung dengan yang bersangkutan dan ada tanda tangan tergugat, tapi ternyata yang bersangkutan menyatakan tidak pernah dilakukan pemanggilan," ujarnya.

Ahmad Reza menegaskan, secara hukum perkara hal itu sudah selesai karena putusan telah berkekuatan hukum tetap. Pasalnya, sesuai surat tercatat yang diterima Majelis Hakim, perkara ini sudah jelas disebutkan panggilan sudah disampaikan kepada pihak tergugat.

"Berdasarkan laporan itu tentu majelis sudah ketemu kenapa tidak datang tanpa alasan yang sah secara hukum, dianggap dia tidak menggunakan haknya untuk menjawab gugatan dari penggugat. Jadi perkara tidak mungkin berhenti, pemeriksaan perkara harus tetap berjalan sampai putus ini yang disebut putusan verstek. Tidak cacat hukum karena kami berpedoman pada surat tercatat sebagai surat untuk panggilan sidang dinyatakan bahwa sudah disampaikan ke yang bersangkutan," jelasnya.

Ahmad Reza tak menampik, Pengadilan Agama Kalianda menawarkan solusi sosial kepada Mat Yisuf sebagai bentuk mau memanusiakan manusia. Lalu, ia juga mendukung proses hukum atas tak sampainya undangan sidang dan diduga pemalsuan tanda terima.

"Jangan warga kita abaikan hak dan kewajibannya didepan hukum, apalagi kami adalah aparat penegak hukum. Akan kita pelajari dahulu tentunya dari awal apakah ada indikasi kesana, kalau memang ada indikasi itu yang bersangkutan silahkan itu diproses secara pidana. Itu hak setiap warga negara untuk mengadukan kalau itu memang delik aduan, jadi tidak menutup kemungkinan kesana. Kita lihat saja nanti perkembangannya seperti apa," pungkas Ahmad Reza.

Sementara, perwakilan dari PT Pos KCU Bandar Lampung, Yuni menyampaikan, pihaknya selaku mitra dari Pengadilan Agama memiliki pertanggungjawaban pekerjaan.

"Jaadi ketika pekerjaan kami tidak sesuai dengan ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian kerjasama, kami bertanggungjawab sepenuhnya kepada Pengadilan Agama atas apa yang sudah kami lakukan," tutur Yuni.

Yuni menyebutkan, PT Pos telah menjatuhkan sanksi berupa pemecatan kepada petugas pengiriman surat akibat kelalaiannya dalam menjalankan tugas.

"Dan untuk yang bersangkutan, pegawai yang dianggap lalai atau tidak sesuai dan sudah diadukan, itu sudah kami berhentikan. Kemudian, atasannya juga sudah kami turunkan jabatannya. Jadi secara korporat sudah kami eksekusi," lanjut Yuni.

Yuni beralasan, pemecatan pegawai dasarnya atas pelaporan dari pihak Pengadilan Agama dan si pegawai sudah dipanggil dimintai keterangan. Artinya, tak perlu menunggu proses laporan hukum dilakukan.

"Dari pernyataan petugas itu sampaikan ya dianggap bersalah, makanya kami tindak sesuai peraturan yang berlaku. Kalau dari petugas (mengaku) dia menyerahkan kepada aparat desa, cuma dia tidak bisa sebutkan nama aparat desa, tidak tahu alasannya apa, dan disitu ada foto dan sesuai ketentuan kalau menyerahkan kiriman harus ada foto," tutup Yuni. (*)