• Rabu, 08 Mei 2024

Menilik Potensi KJA di Capit Urang Metro, Peningkatan Ekonomi dan Ketahanan Pangan

Selasa, 23 April 2024 - 14.57 WIB
209

Ketua KJA Randela, Antonius Supriyanto (40) dan Penggagas KJA Dam Raman, Robani (50) saat memberi makan ikan dalam keramba apung. Selasa, (23/4/2024).

Kupastuntas.co, Metro - Dari sumber air, menjadi rezeki yang mengalir. Begitulah perumpamaan yang pantas disematkan kepada puluhan pembudidaya ikan Keramba Jaring Apung (KJA) yang memanfaatkan potensi kawasan Dam Way Raman atau dikenal dengan Capit Urang.

KJA di kawasan tersebut berpotensi besar dalam peningkatan perekonomian masyarakat sekaligus menjaga ketahanan pangan. Begitulah potret menggambarkan kawasan yang dahulunya menyeramkan kini telah dikembangkan. 

Karya warisan kolonial Belanda yang hingga kini masih berdiri kokoh di Kecamatan Metro Utara itu telah memberikan manfaat bagi masyarakat disekitarnya. Hal tersebut tidak lepas dari upaya dan peran serta masyarakat Kecamatan Metro Utara.

Dam atau bendungan yang dibangun saat perang Dunia II berlangsung tersebut kini menjadi sumber penghidupan utama bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya. Mereka memberdayakan kawasan Capit Urang, di kelurahan Purwoasri yang sebelumnya hanya sebagai lumbung pengairan persawahan kini berkembang menjadi potensi perekonomian baru.

Dari informasi yang dihimpun Kupastuntas.co, budidaya ikan dengan sistem KJA itu telah berjalan dan berbuah hasil, terdapat dua kelompok keramba jaring apung bernama Randela dan Nilai Raman Asri yang memulai budidaya sejak Januari 2021.

Tak hanya itu, terdapat pula sejumlah jenis ikan mulai dari Nila, Lele, Mas dan Baung yang berhasil di budidayakan dikawasan tersebut. Pembudidaya juga berhasil meraup untung jutaan rupiah setiap kali panen per satu kerambanya.

Ketua KJA Randela, Antonius Supriyanto (40) menceritakan, ia membangun keramba di Dam Raman itu terinspirasi dari kerabatnya yang terlebih dahulu membudidayakan ikan dengan sistem KJA di kawasan Capit Urang.

"Kita terinspirasi dari teman-teman kita yang sudah memulainya terlebih dahulu, ini tentu untuk peningkatan ekonomi dan juga ketahanan pangan untuk di Kota Metro. Kebetulan kita baru berjalan 2 tahun ini untuk penanaman ikan budidaya jaring apung. Di sini ada ikan lele, ikan baung, ikan mas, dan ikan nila," kata Antonius saat dimintai keterangan.  Selasa (23/4/2024).

Pria yang merupakan warga Jalan Walet RT 56 RW 11, Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Metro Utara itu mengungkapkan proses pemeliharaan hingga panen dengan hasil yang maksimal.

"Untuk proses perawatan ikan, kalau dibilang sederhana ya susah dibilang susah ya sederhana. Semua tergantung perawatan dari kita. Sederhananya kita senang ketika melihat ikan-ikan dan kekurangan serta kelebihan ikan kita pelajari dan kita turun tangan langsung," jelasnya.

"Kita kesulitan ketika volume air naik turun karena berpengaruh terhadap kondisi ikan, yang dampaknya dapat menyebabkan ikan stres, penyakit dan mati. Susahnya itu ketika ikan terjangkit penyakit, tapi kalau senang pas waktu panennya," imbuhnya.

Hal senada diutarakan Robani (40). Salah seorang penggagas KJA di kawasan Capit Urang tersebut mengaku membangun keramba apung lantaran terinspirasi dengan KJA di Danau Ranau, Kabupaten Lampung Barat. 

"Dulu saya merantau di danau Ranau, di sana banyak sekali keramba jaring apung dan saya terinspirasi dari sana sehingga saya membuatnya Capit Urang ini karena memang di sini dulu belum ada," ungkapnya.

"Dulu di sini masih lahan kosong sehingga saya punya inisiatif dari ilmu yang saya miliki saat di danau Ranau. Untuk ekosistem di Capit Urang ini masih bagus, semua masih normal dan masih alami," sambungnya.

Pria yang merupakan warga Jalan Walet, RT 23 RW 04 Kelurahan Purwosari, Kecamatan Metro Utara itu menjelaskan bahwa dirinya mengalami hambatan permodalan saat pertama membangun KJA.

"Pada saat saya membuka keramba apung ini hambatan yang saya temui adalah di permodalan, karena modal awal itu cukup besar. Satu keramba itu bisa di angka Rp 5 Juta sampai Rp 10 Juta," ujarnya.

Robani yang juga merupakan seorang petani tersebut mengaku budidaya dengan sistem KJA di Capit Urang menjanjikan peningkatan ekonomi. Hal itu karena hasil panennya lebih cepat dan besar.

"Budidaya ini sangat menjanjikan, Saya dulu pernah panen ikan mas satu keramba ukuran 12 kali 12 meter itu mencapai 3 ton. Kalau soal hambatan bisa dikatakan di sini itu minim, hanya biasanya terkait dengan naik turunnya air saja," paparnya.

"Kelebihan hasil dari budidaya di sini yang pertama itu rasa ikannya itu lebih enak Karena airnya itu mengalir, karena kalau di kolam biasa itu kan kita seminggu sekali minimal baru ganti air. Yang kedua itu lebih cepat panen, kalau ikan nila di kolam biasa itu sampai dengan 7 bulan baru panen kalau di sini 5 sampai 6 bulan sudah panen," tambahnya.

Tak hanya itu, dirinya juga membeberkan peran Pemerintah Kota (Pemkot) Metro yang telah maksimal dalam mendampingi para pembudidaya.

"Alhamdulillah di kelompok kita masih ada kepedulian dari pemerintah, pernah Dapat bantuan bibit dan pakan. Tapi tidak semua kelompok mendapatkan itu," bebernya.

"Kemarin juga dari dinas datang ke sini untuk mensosialisasikan kepada kita supaya untuk tidak menjual ikan pada saat murah. Kami selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam hal ini DKP3. Intinya pendampingan dari pemerintah tetap ada tapi tidak semua dapat itu," tandasnya.

Diketahui, kawasan Dam Way Raman yang dahulunya menyeramkan dengan latar belakang kelam tindak kejahatan serta berbagai mitos horor yang menyelimutinya, kini dimanfaatkan warga untuk meningkatkan taraf ekonomi lewat budidaya ikan dalam keramba

Tak hanya menjadi sumber pengairan dan pertanian kawasan itu juga menjadi tempat pariwisata. Sesuai namanya, Dam yang dahulu ditakuti, kini dicari-cari. Kawasan Dam Raman memiliki sejarah nama penggabungan tiga bahasa, dari bahasa Belanda, Lampung dan Hindi itu memiliki arti Bendungan Air yang Indah.

Keindahan dan manfaatnya pun kini dapat dinikmati oleh warga dari tiga wilayah otonomi daerah. Kota Metro, Lampung Tengah dan Lampung Timur, semua mendapat hak yang sama untuk merawat dan memanfaatkan Dam Raman. (*)