• Selasa, 01 Oktober 2024

Kuasa Hukum Kadis PKP Metro Sebut Perkara Perdata Jadi Pidana

Kamis, 25 Januari 2024 - 17.15 WIB
361

Tiga Kuasa Hukum Farida saat melakukan konferensi Pers terkait dengan penahanan yang dilakukan aparat penegak hukum (APH) terhadap oknum pejabat tersebut. Kamis (25/1/2024). Foto: Arby/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Tim kuasa hukum oknum Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) kota Metro yang ditahan lantaran diduga melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan kini angkat bicara.

Tiga anggota Tim Kuasa Hukum Farida membeberkan dugaan kriminalisasi kliennya yang dilakukan sejumlah pihak. Hal tersebut dinilai lantaran perkara yang sebelumnya merupakan perdata dapat berubah menjadi pidana.

Hal itu diungkapkan para Kuasa Farida dalam konferensi Pers yang digelar di Cafe Viral, Jalan Sukarno-Hatta, Kelurahan Mulyojati, Kecamatan Metro Barat, Kamis (25/1/2024).

Kuasa Hukum Farida, Eni Mardiyantari mengatakan, pihak pelapor atau Alizar alias Jinggo yang diketahui merupakan mantan anggota DPRD kota Metro periode lalu sempat menawarkan agar kliennya membeli kembali rumahnya dengan harga Rp2,8 miliar.

Eni Mardiyantari menyampaikan, bahwa nilai pembelian kembali rumah tersebut sebesar Rp 2,8 Miliar itu diucapkan oleh kuasa hukum Alizar yaitu John L. Situmorang. 

"Jadi angka Rp2,8 miliar itu diucap oleh penasehat hukum Alizar alias Jinggo itu di WhatsApp (WA) bu Farida," kata Eni kepada awak media, Kamis (25/1/2024).

Ia menambahkan, sebelum pembicaraan terkait dengan penawaran pihak pelapor kepada kliennya untuk membeli kembali atau buyback tanah tersebut, pihaknya telah berusaha untuk mencari solusi atas perkara jual beli tanah.

"Pada saat itu kami bahas ya sudahlah dicari saja solusinya, tapi ternyata ada WA yang dikirim penasehat hukumnya kepada bu Farida itulah angkanya, Rp2,8 miliar," jelasnya.

"Dan klien kami tidak sanggup. Itu WA dari John L. Situmorang, karena Alizar alias Jinggo tidak mau berkomunikasi dengan Bu Farida sehingga diserahkan ke John L. Situmorang selaku kuasa hukumnya," sambungnya.

Pada kesempatan yang sama, Hanafi Sampurna selaku Kuasa Hukum Farida juga mengungkapkan, isi percakapan WhatsApp antara Kuasa Hukum pelapor dengan kliennya.

"Isi WA itu berbunyi, Soal harganya haruslah wajar dan patut, tidak bisa sesuka hati, (sesudah menyebut angka Rp 2,8 miliar) harus ada patokan dan acuan sehingga mendekati fakta. Sejatinya, kita ini bukan jual beli murni, tetapi karena ada perkara," kata Hanafi.

"Ini menjadi atensi kita masing-masing sebelum menjadi terlambat, kalau saya ibaratkan perkara saat ini seperti lilin kecil, yang kita tiup bisa padam. Namun, jika api membesar dan sudah meluas, maka harus pakai mobil pemadam kebakaran, itupun kalau bisa padam, jadi tolong ibu pikirkan kembali. Begitu isinya," lanjutnya.

Kemudian pada 27 Oktober 2020 silam, dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan jual beli tanah dengan terlapor ibu Farida muncul. Hanafi juga menyebut bahwa Status tersangka yang kini disandang Farida merupakan bentuk penanganan perkara yang dipaksakan.

"Perkara kepada ibu Farida adalah terkesan dipaksakan, karena ini peristiwa jual beli rumah. Kami menyayangkan perkara perdata ke pidana," paparnya.

"Kami mengecam terkait penangkapan oleh polsek Metro Pusat, penangkapan ibu Farida di kantor dinas Perkim merupakan upaya pembunuhan karakter oleh ibu farida ini," sambungnya.

Pria yang mengaku merupakan mantan wartawan yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) tersebut menerangkan sikap kliennya yang selalu koperatif dan tunduk pada peraturan.

"Selama proses penyelidikan dan penyidikan selalu kooperatif dan tidak pernah mangkir saat pemanggilan. Akibat peristiwa tersebut seolah-olah ibu farida ini penjahat besar yang akan melarikan diri dan itu tidak sesuai dengan penangkapan dan penahanan sesuai yang diatur dalam KUHAP," bebernya.

"Atas peristiwa penangkapan itu viral dan ramai di pemberitaan, jadi seperti penghakiman atau pengadilan melalui media pers. Proses penangkapan hingga pelimpahan ke kejaksaan itu sangat cepat, sehingga tidak dapat kita menganggap ini adalah desain dalam pembunuhan karakter bu Farida," tandasnya. (*)

Editor :