• Minggu, 06 Oktober 2024

Ada Kepala Daerah Bagi-bagi Sembako Jelang Pemilu, Pengamat: Lumrah, untuk Menaikkan Elektoral

Kamis, 23 November 2023 - 19.44 WIB
89

Pengamat politik FISIP Universitas Lampung (Unila) Darmawan Purba. Foto: Yudha/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Jelang masa kampanye pemilu 2024, sejumlah kepala daerah kerap memberikan bantuan atau sembako kepada masyarakat. Salah satunya adalah Walikota Bandar Lampung Eva Dwiana baru-baru ini.

Kupastuntas.co mencatat, istri Ketua DPW NasDem ini sepanjang tahun 2023 telah memberangkatkan sebanyak 1.210 orang pergi umrah ke tanah suci. Dengan rincian 500 orang diberangkatkan pada awal tahun, dan sebanyak 710 diakhir tahun 2023 atau bertepatan dengan masa kampanye pemilu 2024.

Dimintai tanggapan atas perkara itu, pengamat politik dari FISIP Universitas Lampung (Unila) Darmawan Purba mengatakan, bahwa memang telah menjadi lumrah Kepala Daerah memberikan bantuan-bantuan kepada masyarakat.

Harapannya dengan bantuan tersebut bukan hanya memberikan efek kebermanfaatan kepada masyarakat, namun juga memberikan dampak dalam hal elektoral Kepala Daerah tersebut.

"Kalau politisi itu, pasti dari setiap kebijakan yang dipilih harus ada dampak elektoralnya, sepanjang kegiatan itu tidak melanggar aturan," ungkapnya saat dimintai keterangan, Kamis, (23/11/2023).

"Apabila kemudian ada kelompok masyarakat yang menerima dampak, serta anggaran pemerintah daerah memadai, dan melalui prosedur legal formal ini bicara pilihan janji Kepala Daerah. Dari setiap kebijakan politik yang dipilih dan di implimentasikan pasti bukan hanya memiliki dampak secara ekonomi saja, tetapi juga harus ada dampak secara politik," tambahnya.

Menurutnya, Kepala Daerah yang memberikan sumbangan kepada masyarakat adalah bagian dari fungsi social pemerintah, memberikan bantuan kepada yang kurang mampu.

"Saya melihat hampir setiap Kepala Daerah itu biasa membagikan bantuan kepada masyarakatnya. Pertanyaannya apakah bantuan itu bagian dari program kerja yang dijanjikan kepada masyarakat? sepanjang iya ini bagian dari fungsi sosial pemimpin kepada masyarakat. Hampir semua begitu, bisa dimaklumi," tandasnya.

Disinggung soal kemungkinan ada kampanye diluar dari jadwal 28 November hingga 10 Februari yang ditetapkan oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 15 tentang kampanye, ia mengatakan bahwa itu adalah permasalahan yang kompleks.

"Ya itu memang akan rumit sekali antara kandidat dalam melakukan sosialisasi atau kampanye secara bersama-sama, maka hal yang paling mungkin dilakukan adalah edukasi kepada masyarakat untuk mengawasi pemilu," tandasnya.

Berbicara mengenai politik market kata Dosen Ilmu Pemerintahan Unila itu, aktivitas yang kompleks itu membutuhkam perhatian yang besar, misalnya pemerintah daerah harus memfungsikan perangkatnya apakah ada kampanye yang melanggar aturan atau tidak untuk bisa ditertibkan.

"Artinya, tidak hanya berbicara mengenai KPU dan Bawaslu dalam bekerja tetapi pemerintah daerah dengan regulasi yang ada bisa difungsikan," tandasnya.

Demokrasi itu kata dia, apabila tidak ada supermasi hukum yang baik maka akan menimbulkan kegaduhan.

"Demokrasi itu, kalau gak ada supremasi hukum bagaikan mobil tanpa knalpot berisik, kalau ada yang melanggar aturan kampanye dan ditindak diberikan sanksi itukan memberikan efek, kuncinya itu adalah penegakan hukum," tutupnya. (*)