• Senin, 18 November 2024

Awasi Kampanye Hitam Mengandung Ujaran Kebencian di Medsos, Bawaslu Gunakan UU ITE

Minggu, 12 November 2023 - 11.55 WIB
156

Ilustrasi. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomer 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE) akan digunakan oleh Bawaslu dalam mengawasi kampanye di media sosial (medsos) yang mengandung ujaran kebencian atau kampanye hitam.

Hal itu disampaikan oleh Kordinator Divisi Hukum Pendidikan dan Pelatihan Bawaslu Lampung Suheri. Tiap-tiap kampanye yang berlebihan dan dianggap melanggar undang undang tersebut, dapat ditarik ke ranah pidana.

Menurutnya, setiap orang bisa memiliki banyak akun media sosial yang bisa setiap saat memposting hal-hal yang berhubungan  dengan kepentingan kampanye, oleh karena itu Bawaslu cukup kesulitan apabila ingin melakukan pembatasan dengan membuat aturan baru. Sehingga, pihak Bawaslu akan memaksimalkan regulasi yang tersedia yakni UU ITE tahun 2016 tersebut.

"Untuk mencegah kampanye di medsos itu nanti akan berbenturan dengan UU ITE. Kita juga sudah melakukan komunikasi dengan Komisi Informasi terkait dengan pengawasan media sosial kerjasama dengan Bawaslu RI," ujar Suheri, Minggu (12/11/2023).

Ia menjelaskan, ketika di medsos terdapat kampanye yang melanggar UU ITE, pihaknya dapat meminta Komisi Informasi untuk mentake down akun media sosial tersebut.

"Untuk pembatasan waktu kampanye medsos mana mungkin, karena bisa ribuan kali menshare selagi dia tidak melanggar UU ITE dan tidak melanggar regulasi dari Komisi Informasi ya sah-sah saja. Tapi kalau melanggar itu bisa di take down atau masuk ke ranah pidana," bebernya.

Pelanggaran kampanye di medsos dan hampir masuk kedalam ranah pidana kata Suheri, pernah terjadi pada tahun 2018 di Kabupaten Lampung Utara.

"Ini pernah terjadi pada tahun 2018 di Kabupaten Lampung Utara pernah di laporkan ke Polda dan itu sampai kurungan percobaan. Jadi kita tegas memang, nanti juga ada ciber crime dari Polda, jadi jangan khawatir kita tegas untuk kampanye di medsos ini," tukasnya.

Sementara Ketua Divisi Partisipasi Masyarakat (Parmas) KPU Provinsi Lampung Antoniyus Cahyalana saat dikonfirmasi mengenai PKPU 15 tahun 2023 tentang kampanye yang mengharuskan peserta pemilu mendaftarkan maksimal 20 akun media sosial kepada KPU, Anton mengatakan belum ada yang mendaftarkan akun medos untuk kampanye.

"Belum, minggu ini kita akan rakor mengenai kampanye terlebih dahulu. Pendaftaran paling lambat lima hari sebelum kampanye," bebernya.

Sebagai informasi, dalam Undang-Undang Nomer 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomer 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik telah mengatur soal larangan-larangan seperti penyebaran berita bohong, pencemaran nama baik, ujaran kebencian yang dapat menjerat setiap pengguna medsos terutama jelang tahun politik 2024.

 Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengatur tentang pencemaran nama baik. Pelaku yang dijerat dengan pasal ini bakal dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Selanjutnya pada revisi UU No. 19 Tahun 2016, dijelaskan bahwa ketentuan pada pasal 27 ayat (3) merupakan delik aduan.

Berita bohong juga dilarang dalam pasal 28 ayat (1) UU ITE yang berbunyi bahwa setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

Bagi para pelaku penyebar berita bohong bakal dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Orang yang menyebarkan informasi dengan tujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) juga merupakan perbuatan yang dilarang dalam pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Hukuman pelaku ujaran kebencian sebagaimana dijelaskan pada pasal 28 ayat (2) adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (*)