• Minggu, 29 September 2024

Profil Suhartoyo, Ketua MK Anyar Memulai Karir Jadi Hakim di PN Tanjung Karang Bandar Lampung

Kamis, 09 November 2023 - 19.26 WIB
158

Ketua MK yang baru Suhartoyo. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Hakim konstitusi Suhartoyo disepakati menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Suhartoyo menggantikan Anwar Usman yang diberhentikan oleh Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) karena pelanggaran etik berat.

"Yang disepakati dari hasil kami tadi adalah untuk menjadi Ketua MK ke depan adalah Bapak Suhartoyo, dan saya tetap menjalankan tugas sebagai Wakil Ketua," ucap Saldi Isra dalam jumpa pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, dilansir detikNews, Kamis (9/11/2023).

Keputusan ini diambil dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang digelar secara tertutup. RPH itu dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra.

Profil Suhartoyo

Hakim konstitusi Suhartoyo dipilih secara aklamasi oleh delapan hakim MK untuk menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan Anwar Usman. Suhartoyo merupakan hakim karier dari unsur Mahkamah Agung (MA).

Suhartoyo lahir pada 15 November 1959. Karier hakimnya dimulai dengan menjadi calon hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bandar Lampung pada 1986. Setelah itu kariernya malang melintang di dunia peradilan Indonesia. Seperti tugas di PN Curup, PN Tangerang, dan PN Bekasi.

Hingga akhirnya Suhartoyo dipercaya menjadi Ketua PN Jaksel pada 2011 sebelum dipromosikan menjadi hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar pada 2014. Dalam hitungan bulan, Suhartoyo lalu dipilih MA menjadi hakim konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi.

Sebagai hakim MK, Suhartoyo ikut mengadili sengketa Pilpres 2019. Selain itu, Suhartoyo terlibat mengadili berbagai judicial review UU yang menarik perhatian masyarakat luas.

Di antaranya judicial review UU Cipta Kerja. Saat itu, Suhartoyo sepakat dengan suara mayoritas bila UU Cipta Kerja tidak memenuhi syarat formil sehingga dibekukan dan harus diperbaiki selama 2 tahun. Suhartoyo satu suara dengan Saldi Isra, Enny Nurbaninigsih, Aswanto, dan Wahiduddin Adams.

Saat menguji perkawinan beda agama di rezim UU Perkawinan, Suhartoyo menolak gugatan tersebut dengan mengajukan concurring opinion. Suhartoyo berharap negara tidak menutup mata atas banyaknya pernikahan beda agama di masyarakat. Oleh sebab itu, Suhartoyo berharap pemerintah dan DPR merevisi UU Perkawinan guna mengakomodasi fenomena pernikahan beda agama.

"Fenomena perkawinan beda agama tersebut di atas seolah-olah terjadi karena 'kurang atensinya' negara yang tidak mengakui dan menganggap 'tidak sah secara agama' terhadap perkawinan beda agama, karena legalisasi perkawinan menurut hukum sipil hanyalah berupa pencatatan administrasi," kata Suhartoyo dalam concurring opinion putusan nikah beda agama.

Adapun dalam Putusan Nomor 90, yang menguji soal usia syarat capres/cawapres, Suhartoyo memilih tidak menerima gugatan yang diajukan mahasiswa Almaas karena tidak memiliki kerugian konstitusional.

"Juga tidak relevan untuk diberikan kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak sebagai pemohon dalam permohonan a quo, sehingga pertimbangan hukum pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023, mutatis mutandis sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pertimbangan hukum dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) saya dalam putusan permohonan a quo," ucap Suhartoyo.

"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, saya berpendapat terhadap permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi seharusnya juga tidak memberikan kedudukan hukum (legal standing) kepada Pemohon dan oleh karenanya tidak ada relevansinya untuk mempertimbangkan pokok permohonan, sehingga dalam amar putusan a quo 'menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima'," sambung Suhartoyo.

Suhartoyo Tidak Terpikir Menjadi Hakim

Suhartoyo lahir di Sleman, 15 November 1959. Melansir dari laman resmi MK, Suhartoyo tidak pernah terpikir menjadi seorang penegak hukum.

Minatnya ketika Sekolah Menengah Umum justru pada ilmu sosial politik. Dengan minatnya itu, ia berharap dapat bekerja di Kementerian Luar Negeri.

Namun, Suhartoyo gagal menjadi mahasiswa ilmu sosial politik dan akhirnya memilih mendaftarkan diri menjadi Mahasiswa Ilmu Hukum.

"Saya tidak menyesali tidak diterima menjadi Mahasiswa Ilmu Sosial, karena sebenarnya ilmu sosial politik sama dengan llmu hukum. Orientasinya tidak jauh berbeda," ujarnya dalam laman MK RI dikutip Kamis (9/11/2023).

Seiring waktu ia semakin tertarik menjadi seorang jaksa, bukan menjadi seorang hakim. Namun karena teman belajar kelompok di kampus mengajaknya untuk ikut mendaftar dalam ujian menjadi hakim, ia pun ikut serta.

Takdir memilihkan jalan baginya. Ia menjadi hakim, terpilih di antara teman-temannya.

"Justru saya yang lolos dan teman-teman saya yang mengajak tidak lolos. Akhirnya saya menjadi hakim. Rasa kebanggaan mulai muncul justru setelah menjadi hakim itu," jelasnya.

Riwayat Pendidikan Hakim Suhartoyo

1. S1 Universitas Islam Indonesia (1983)

2. S2 Universitas Taruma Negara (2003)

3. S3 Universitas Jayabaya (2014)

Riwayat Kerja Hakim Suhartoyo

Pada 1986, Suhartoyo pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Ia pun dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011. Di antaranya:

1. Hakim PN Curup (1989)

2. Hakim PN Metro (1995)

3. Hakim PN Tangerang (2001)

4. Hakim PN Bekasi (2006)

5. Hakim PNDenpasar (2014)

6. Wakil ketua PN Kotabumi (1999)

7. Ketua PN Praya (2004)

8. Wakil Ketua PN Pontianak (2009)

9. Ketua PN Pontianak (2010)

10. Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011)

11. Ketua PN Jakarta Selatan (2011)

Sebelum menggantikan Anwar Usman, Suhartoyo merupakan hakim konstitusi dari unsur Mahkamah Agung (MA). 

Suhartoyo Mengaku Tak Berambisi

"Harus dipahami, jabatan ini bagi saya bukan saya yang minta," kata Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta Pusat dikutip dari Medcom.id.

Suksesor Anwar Usman itu mengaku maju sebagai calon Ketua MK karena dorongan hakim konstitusi yang lain. Sehingga, menyatakan diri maju dalam pemilihan yang dilakukan pada pukul 09.00 WIB itu.

"Tapi ada kehendak dari para yang mulia," ungkap dia.

 Dia menerima dorongan tersebut. Para hakim konstitusi mempercayakan dirinya bersama Saldi Isra yang tetap menjadi Wakil Ketua menahkodai MK.

"Kalau kemudian kami juga tidak mau, siapa lagi? Apakah MK dibiarkan mandek?" sebut dia.

Selain itu, pemilihan Ketua MK anyar merupakan mandat putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Nomor 2/MKMK/L/11/2023. Beleid itu memerintahkan Saldi segera menggelar pemilihan sosok yang menggantikan Anwar Usman.

"Berdasarkan pertimbangan itu, tentunya kepada siapa lagi kalau kemudian permintaan itu tidak kami sanggupi?" ujar dia.

Setelah pemilihan, Suhartoyo bakal melewati proses pelantikan sebagai Ketua MK. Jadwal pengambilan sumpah jabatan ditetapkan pada Senin, 13 November 2023. (*)