• Minggu, 29 September 2024

Dicopot dari Ketua MK, Anwar Usman Punya Harta Kekayaan Fantastis

Selasa, 07 November 2023 - 20.47 WIB
143

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman diputuskan melakukan pelanggaran berat oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Sebagai Ketua MK Anwar diwajibkan melaporkan harta kekayaannya.

Dikutip dari laman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Anwar Usman tercatat memiliki total harta kekayaan senilai Rp 33.492.312.061. Harta tersebut ia laporkan pada 24 Januari 2023/Periodik - 2022 dengan status jabatan sebagai Ketua MK.

Dari total harta kekayaan tersebut, Rp 5.176.100.000 berbentuk tanah dan bangunan, Rp 300.000.000 berbentuk harta bergerak lainnya, Rp 123.000.000 dalam bentuk surat berharga, serta kas dan setara kas senilai Rp 27.592.212.061.

Selanjutnya untuk harta berupa alat transportasi dan mesin, nilainya adalah Rp 301.000.000. Rinciannya sebagai berikut:

1. MOBIL, TOYOTA MINIBUS Tahun 2002, HASIL SENDIRI Rp. 80.000.000

2. MOTOR, HONDA SEPEDA MOTOR Tahun 2005, HASIL SENDIRI Rp. 3.000.000

3. MOBIL, TOYOTA MINIBUS Tahun 2008, HASIL SENDIRI Rp. 105.000.000

4. MOBIL, TOYOTA KIJANG MINIBUS Tahun 1997, HASIL SENDIRI Rp. 18.000.000

5. MOBIL, TOYOTA COROLLA ALTIS SEDAN Tahun 2002, HASIL SENDIRI Rp. 95.000.000.

MKMK memutuskan Ketua MK Anwar Usman Melakukan Pelanggaran Berat

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membacakan putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023. Putusan itu terkait dugaan pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terlapor Ketua MK Anwar Usman.

"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan putusannya.

"Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," sambungnya.

Putusan itu dibacakan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (7/11/2023). Sidang ini dipimpin oleh majelis yang terdiri dari Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie serta anggota Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams.

5 Sanksi untuk Anwar Usman

Dia menjelaskan, Anwar dinilai melanggar Sapta Karsa Hutama tentang prinsip ketidakberpikahan, prinsip integritas, kecakapan, independensi, dan kepantasan serta kesopanan. Putusan itu merupakan satu dari lima amar putusan yang disampaikan oleh Jimly. 

"Kedua, menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi," ujar dia.

Lalu, amar putusan yang ketiga yakni memerintahkan Wakil Ketua MK untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan diucapkan memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai peraturan perundang-undangan. 

"Empat, hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkqn diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor berakhir," kata dia. 

Kelima, Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR DPD dan DPRD serta pemilihan gubernur, bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.

Putusan ini terkait laporan dari Denny Indrayana, PEREKAT Nusantara, TPDI, TAPP, Perhimpunan Pemuda Madani, PBHI, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan, para guru besar dan pengajar hukum yang tergabung dalam Constitutional Administrative Law Society (CALS), Advokat Pengawal Konstitusi, LBH Yusuf, Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak, KIPP, Tumpak Nainggolan, BEM Unusia, Alamsyah Hanafiah, dan PADI.

MKMK mengawali pembacaan dengan menjelaskan soal putusan MK yang bersifat final dan mengikat. MKMK berpendirian menolak atau sekurang-kurangnya tidak mempertimbangkan permintaan pelapor untuk melakukan penilaian, membatalkan, koreksi ataupun meninjau kembali putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres. 

Putusan itu diketahui membuat warga negara Indonesia yang di bawah 40 tahun bisa menjadi capres atau cawapres asal pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih dalam Pemilu atau Pilkada. (*)