• Senin, 07 Oktober 2024

BEM Unila: Putusan MK Batas Usia Capres-Cawapres Sarat Kepentingan Politik Keluarga

Sabtu, 28 Oktober 2023 - 17.27 WIB
232

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Mahkamah Konstitusi (MK)  mengabulkan gugatan syarat pendaftaran capres-cawapres di bawah usia 40 tahun asal sudah berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Mentri Aksi dan Propaganda (Akspro) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung (Unila) Romadhon mengatakan, putusan MK tersebut sangat erat kaitanya dengan kepentingan politik serta kepentingan keluarga presiden Jokowi.

"Tentu saja putusan itu sangat erat kaitannya dengan kepentingan keluarga, erat dengan kepentingan politik. MK seharusnya menjadi negatif legislator yang hanya berwewenang mengubah atau membatalkan suatu norma, bukan bertindak sebagaimana tugas dari legislatif yakni membuat norma baru," ujarnya, Sabtu (28/10/2023).

Ia menilai bahwa putusan tersebut sangat di paksakan karena sangat dekat dengan jadwal pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 2024.

"Jadi tidak salah jika sekarang dikatakan bahwa MK adalah Mahkamah Keluarga faktanya begitu," bebernya.

Secara tegas ia mengatakan, BEM Unila menolak dan mengutuk keras putusan MK. Sikap Mahkamah Konstitusi terlalu jauh masuk dalam ranah positif legislator.

"Mengutuk sikap MK yang seakan-akan mengakomodir kepentingan politis dan hasrat penguasa. Menolak dan mengutuk segala bentuk upaya intervensi keluarga dan golongan dalam putusan MK," katanya.

"Menuntut agar Majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk mengadili pengaduan pelanggaran kode etik hakim MK dengan objektif," katanya lagi.

Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Lampung (Unila) Budiyono mengatakan, putusan MK tersebut cenderung aneh dan tidak konsisten.

"Putusan MK ini adalah putusan yang sangat aneh karena putusan ini tidak konsisten dengan putusan MK sebelumnya terutama tentang kebijakan hukum terbuka (open legal policy)," ungkapnya.

Dalam putusan MK tersebut kata Budiyono, terdapat empat perbedaan pendapat atau dissenting opinion. Bahkan pertama kali dalam sejarah Hakim Konstitusi mengkritik putusan MK.

"Ada empat dissenting opinion dimana dua hakim terutama Prof. Sadil Isra mengungkapkan adanya keanehan keganjilan proses terjadinya putusan MK. Sebenarnya  Hakim Konstitusi memberi sinyal pada masyarakat bahwa ini sarat akan intervensi politik karena ada konflik kepentingan," katanya.

"Ini baru terjadi dalam sejarah konstitusi bahwa hakim MK mengkritik putusan perilaku kolega hakim konstitusi lainnya, ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada MK," katanya lagi.

Budiyono mengatakan, MK adalah lembaga Yudikatif yang nantinya juga akan melakukan sidang-sidang sengketa pemilu, dengan adanya putusan MK saat ini akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat.

"Kalau pendekatan keputusan MK ini masuk pusaran politik membahayakan MK dimana MK itu adalah penjaga konstitusi," kata dia.

Putusan MK yang menambahkan frasa pernah menjadi Kepala Daerah menunjukkan kepentingan politik.

"Seperti putusan MK sebelumnya bahwa MK bisa di intervensi oleh kepentingan politik," tutupnya.

Sementara Ketua Pusat Studi Konstitusi dan Kepemiluan IAIN Metro Ahmad Syarifudin mengatakan, kewenangan mengadili pasal gugatan tersebut adalah Legislatif.

"MK keluar jalur dengan mengadili pasal yang sebenarnya merupakan open legal policy yang harusnya jadi kewenangan DPR dan Presiden," kata dia.

Sehingga kata dia, mengubah hal itu adalah kewenangan Presiden dan DPR melalui pembentukan UU Pemilu yang baru, atau cukup mengubah Pasal 169 huruf q UU 7 Tahun 2017. "MK terjatuh dalam pusaran politik," tegasnya.

Menurutnya, putusan MK ini bisa saja tidak ditindak lanjuti oleh KPU dikarenakan memang belum ada sanksi yang dapat diberikan apabila putusan MK tidak dijalankan.

"Tidak ada sanksi bagi lembaga seperti KPU yang tidak menjalankan putusan MK. Tetapi dalam sistem ketatanegaraan kita sudah sepakat kalau MK adalah salah satu cabang kekuasaan kehakiman yang putusannya final dan mengikat sebagaimana diatur dalam UUD 1945," jelasnya.

Meskipun demikian, bisa saja terdapat masyarakat yang melaporkan KPU RI kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) apabila KPU tidak menindaklanjuti putusan MK.

"Tapi kalau KPU gak menjalankan putusan MK, bisa saja ada yang membawa Komisioner KPU ke ruang sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu," tutupnya.

Sebelumnya diberitakan, Ketua MK Anwar Usman menyampaikan kesimpulan bahwa Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo; Para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo; Pokok permohonan para pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Anwar saat membaca amar putusan di Gedung MK RI yang dapat dilihat di akun youtube resmi Mahkamah Konstitusi RI, Senin (16/10/2023).

"Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7 2017 tentang Pemilu yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD. Sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah, sehingga Pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi: Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah /sedang mendukuki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pilkada, memerintah pemuatan putusan ini dalam berita acara negara," katanya.

Anwar mengatakan terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion). Permohonan ini diterima MK pada 3 Agustus 2023. 

Sidang pemeriksaan pendahuluan diselenggarakan pada 5 September. Kala itu, Almas hadir bersama kuasa hukumnya secara daring.

Almas mengaku sebagai pengagum Wali Kota Solo Gibrang Rakabuming Raka pada sidang pemeriksaan pendahuluan itu. Ia adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Surakarta.

Almas adalah anak kandung Boyamin Saiman Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang dekat dengan presiden Joko Widodo sejak masih menjabat sebagai Walikota Solo.

Dalam berkas permohonannya, Almas menyatakan diri sebagai pengagum Gibran yang merupakan putra Presiden Joko Widodo itu beserta kinerjanya sebagai Wali Kota.

"Bahwa pemohon juga memiliki pandangan tokoh yang inspiratif dalam pemerintahan era sekarang, yang juga menjabat sebagai Walikota Surakarta di masa Periode 2020-2025, hal ini jelas bahwa di dalam masa pemerintahan Gibran Rakabuming tersebut pertumbuhan ekonomi di Solo naik hingga angka 6,25 persen yang di mana saat awal ia menjabat sebagai walikota, pertumbuhan ekonomi di Solo minus 1,74 persen," ujar kuasa pemohon dalam persidangan, Selasa (5/9/2023).

"Bahwa dengan merujuk pada data banyaknya kepala daerah terpilih yang berusia di bawah 40 tahun pada pemilu sebelumnya (pemilu tahun 2019), disertai dengan kinerja kepala daerah berusia di bawah 40 tahun dan kinerja-kinerja menteri berusia muda yang baik, sudah seharusnya konstitusi tidak membatasi hak konstitusional para pemuda kita untuk dapat mencalonkan dirinya sebagai calon presiden dan calon wakil presiden dengan menggunakan syarat batas usia," jelas kuasa pemohon. (*)