• Senin, 18 November 2024

Pengamat: Biaya Politik Mahal, Calon Kepala Daerah di Lampung Berpotensi Dibekingi Cukong

Minggu, 08 Oktober 2023 - 17.10 WIB
92

Pengamat politik FISIP Universitas Lampung (Unila) Dedi Hermawan. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pengamat politik FISIP Universitas Lampung (Unila) Dedi Hermawan mengatakan, besar kemungkinan akan ada keterlibatan cukong atau perusahaan dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Lampung 2024 mendatang.

Hal itu dikatakan Dedi merespon pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD yang menyebut 84 persen kepala daerah di Indonesia terpilih karena keterlibatan cukong.

"Apa yang dikatakan oleh Mahfud MD itu juga terjadi di Provinsi Lampung, baik dalam konteks pemilihan Gubernur maupun  Kepala Daerah Kabupaten/Kota bahwa para cukong itu terlibat jelas," ujar Wakil Dekan I FISIP Unila itu saat dimintai tanggapan, Minggu (8/10/2023).

Menurutnya, keterlibatan perusahaan untuk membiayai calon kepala daerah agar menang dalam kontestasi demokrasi politik lokal, tidak terlepas dari adanya biaya politik yang mahal serta sarana politik yang mahal sehingga menyebabkan para calon kepala daerah itu butuh biaya besar.

"Yang punya biaya itu adalah perusahaan swasta mereka memiliki kekuataan financial," tegasnya.

Kata Dedi, selama ini belum ada perubahan signifikan di daerah Lampung, baik itu perbaikan kondisi ekonomi masyarakat, kualitas perbaikan demokrasi juga masih belum terjadi. Politik nasional atau lokal dikendalikan oleh oligarki cukong, mereka yang menjadi pemain penting tiap pergantian kekuasaan termasuk tingkat daerah khususnya Lampung.

"Salah satu dampaknya akan berorientasi kepada kepentingan perusahaan dibandingkan semaksimal mungkin memperbaiki kesejahteraan masyarakat," tuturnya.

Dedi mengatakan, dengan biaya politik besar dan didanai oleh kaum cukong maka para kepala daerah akan berusaha keras mengembalikan modal politik dan mengorbankan kepentingan masyarakat dalam hal kesejahteraan.

"Jadi kepala daerah yang didukung cukong akan menghasilkan pemimpin yang tidak peduli pada daerah dan kesejahtraan masyarakat  mereka akan berorientasi pada cukong," tuturnya.

Implikasinya kata Dedi, masyarakat yang akan dikorbankan sehingga tiak mengalami perubahan yang berarti dalam hal ekonomi, mengurangi kemiskinan dan perbaikan infrastruktur.

Menurut Dedi, perusahaan yang terlibat pada Pilkada di Lampung itu beragam dari yang besar maupun perusahan-perusahaan kecil yang tidak terang-terangan mendukung.

"Perusahaan ini bisa bermacam-macam ya, karena yang terlibat ada yang besar, menengah, dan kecil,mereka terlibat karena ingin investasi dan berbagai kepentingan, saya pikir banyak perusahaan yang vulgar ada juga yang sembunyi-sembunyi," tuturnya.

Keterlibatan perusahaan dalam kontestasi politik kata Dedi terjadi dimana-mana. Persoalannya adalah bagaimana mengatur dalam batas wajar, etis, batas hukum, dan kepentingan bersama. Karena perusahaan juga berperan penting dalam roda ekonomi.

"Terpilihnya kepala daerah karena partisipasi cukong ini yang menyebabkan kepala daerah tunduk pada korporasi. Daerah yang kuat adalah dapat mengendalikan cukong," ungkapnya.

Menurut Dedi, keterlibatan perusahaan di Lampung pada kontestasi pemilu diluar batas wajar maka perlu ada regulasi yang mengaturnya.

"Selama ini gak wajar, melampaui batas maka kedepan harus di atur perlu ada transparansi, pengawasan ketat dalam keterlibatan perusahaan swasta," tutupnya.

Terpisah, Ketua Pusat Studi Konstitusi dan Kepemiluan IAIN Metro Ahmad Syarifudin sependapat bahwa keterlibatan cukong pada kontestasi Pilkada di Lampung kerap terjadi dan berulang pada Pilkada Lampung 2024.

"Indikatornya jelas lah, Lampung selalu diwarnai politik uang dari waktu ke waktu. Sangat kecil kemungkinan tidak ada politik uang di Lampung pada pilkada serentak 2024," ungkapnya. (*)