• Jumat, 01 November 2024

Kasus Nakes Tanpa STR di Lambar Berakhir Tanpa Diberi Sanksi, DPRD Cecar Pemkab

Senin, 25 September 2023 - 19.58 WIB
909

Suasana rapat badan anggaran DPRD dengan tim anggaran pemerintah daerah Lampung Barat yang didalamnya juga dibahas akhir kasus Susiyanti. Foto: Iwan/Kupastuntas.co

Kasustuntas.co, Lampung Barat – Kasus oknum Tenaga Kesehatan (Nakes) Puskesmas Sumberjaya atas nama Susiyanti yang memberikan tindakan keperawatan tanpa menggunakan Surat Tanda Registrasi (STR) dan bisa naik pangkat di fungsional bukan struktural memasuki babak akhir.

Pasalnya surat konsul Pemkab Lampung Barat (Lambar) melalui BKD ke BKN telah dijawab dan dinyatakan tidak ada persoalan dalam proses kenaikan pangkat Susiyanti karena dianggap sudah memenuhi prosedur kenaikan pangkat yang ada.

Namun ada catatan yang disampaikan BKN yang berbunyi bahwa berdasarkan Permenkes Nomor 83 Tahun 2019 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan menjelaskan bahwa setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR, sehingga yang bersangkutan diarahkan untuk segera mengajukan permohonan STR dengan memenuhi persyaratan registrasi yang berlaku.

Menyikapi tanggapan BKN tersebut, jelang rapat badan anggaran DPRD dengan tim anggaran pemerintah daerah dan OPD terkait pembahasan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD Kabupaten Lambar tahun 2023, DPRD mempertanyakan proses Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (Dupak) atau P1 P2 P3 Susiyanti.

Dalam rapat, Ismun Zani, anggota Banang yang juga anggota Komisi III DPRD setempat ini mengungkapkan bahwa jawaban BKN sudah disampaikan kepada pemerintah daerah, kemudian pemerintah daerah melalui BKD sudah melaporkan hasilnya dan Sekda sudah mengeluarkan surat, sehingga agar terang ia meminta Sekda menjelaskan hal tersebut.

"Biar enggak jadi hutang ini Pak Sekda, tolong jelaskan kepada kami bahwa yang pertama tujuan pada waktu itu kalau memang ini tidak menjadi persoalan boleh dilakukan artinya sesuai dengan yang kami tanyakan pada waktu itu sampaikan di dalam forum ini apa hasil surat BKN dan apa telaah dari pemerintah daerah terkait dengan surat dari BKN tersebut," ungkap Ismun, Senin sore (25/9/2023).

Menjawab hal tersebut, Sekda setempat Adi Utama menunjuk BKPSDM untuk memberikan keterangan. Melalui Kabid kepegawaian pada BKPSDM setempat, Alam SW menerangkan pada 2022, BKN sudah mensyaratkan bahwa untuk kenaikan pangkat jabatan fungsional yang bersangkutan harus melalui uji kompetensi dan memiliki STR, salah satu syarat naik pangkat harus lulus uji kompetensi dan memiliki STR.

"Nah yang bersangkutan naik pangkat di 2021, jadi secara aturan yang berlaku saat itu, di 2021 yang bersangkutan tidak memiliki STR karena untuk proses kenaikan pangkat hanya melihat nilai ambang batas dan Penyusunan Angka Kredit (PAK)," ungkap Alam.

Menyanggah pernyataan Alam, anggota DPRD lain, Heri Gunawan mengatakan yang menjadi pertanyaan dari mana munculnya nilai-nilai tersebut. Karena menurut Heri, BKD dan BKN tidak ada persoalan.

"Yang justru persoalannya itu orang yang tidak punya SIM kok boleh mengemudi, ini jadi masalahnya. Pangkatnya tidak masalah memang tidak ada persyaratan itu, tapi proses penilaiannya yang jadi permasalahan. Ketika proses nya tidak terpenuhi, maka yang selanjutnya harusnya batal," ungkap Heri

"Pernah ditanya dengan bu Susi Sekretaris dinas kesehatan, bahwa yang di fungsional itu wajib yang memiliki STR. Sekarang saya tanya kalau saat ini ada yang mengajukan kenaikan pangkat tanpa STR, apakah di proses, kan tidak. Jadi harus adil dalam menegakkan aturan, kami tidak ada kepentingan, hanya saja ini akan menjadi rujukan bagi Nakes-nakes yang lain," sambung Heri lagi.

"Seseorang menjadi fungsional itu boleh atau tidak tanpa STR, kalau tidak punya STR ada masalah dong, kenapa diajukan kenaikan pangkatnya. Ini tanggung jawab kita smua dengan semua orang, khususnya Nakes. Ketika dia tidak punya STR berarti tidak sah dia jadi fungsional. Ketika tidak sah jadi fungsional, sah tidak penilaiannya. Ketika tidak sah penilaiannya, berarti kenaikan pangkatnya tidak sah juga dong. Kerangka berpikir nya seperti itu. Jadi perdebatannya tidak usah panjang-panjang lagi, tinggal pak Sekda aja yang melihat apakah sah tidak SK nya. Jangan sampai jadi konsumsi yang tidak benar, makanya kita kejar ini," timpa Heri.

"Ketika kenaikan pangkat nya tidak sah, sah tidak penerimaan tunjangannya. Gak sah juga dong," celetuk Ismun.

Jadi tanya Heri lagi, fungsional harus punya STR itu sejak kapan.

"Sesuai keputusan Permendagri sejak tahun 2019," jawab Alam.

"Artinya fungsional harus punya STR kan, klau gak punya STR gak bisa jadi fungsional," tanya Heri lagi.

"Betul, sejak 2019. Saat ini tidak boleh, dari 2019 harus ada STR. Jadi yang belum memiliki STR dikasih waktu sampai 31 Desember 2023. Hari ini ada pertemuan bagi Nakes yang tidak punya STR di dinas kesehatan, bila sampai jatuh tempo maka akan dialihkan ke pengadministrasian atau struktural," jawab Alam lagi.

Akhir debat, Ismun kembali bertanya apakah ada kasus serupa yang terjadi di Lambar yang mendapatkan perlakuan yang sama.

"Kalau untuk di Lambar untuk kasus yang sama nanti saya cek dulu, nanti datanya kita sampaikan," singkat Alam.

"Kami sifatnya hanya menyampaikan aspirasi, karena yang sampai ke kami 35 anggota DPRD, keluhan karena tidak mendapat perlakuan pelayanan administrasi yang sama. Sekarang pada intinya, tinggal kita yang tahu, dan ini akan menjadi pertanggung jawaban kita dihadapan masyarakat kita dan dihadapan Yang Maha Kuasa, jadi silah-silahkan saja. Kami sudah mempunyai catatan dan tentu catatan ini menjadi catatan kami dari hari ini hingga kedepannya. Dosa tanggung masing-masing," tutup Ismun.

Untuk diketahui, jika merujuk ke Undang-Undang Tenaga Kesehatan no 36 tahun 2014, setiap Nakes yang menjalankan praktik wajib memiliki STR. Bahkan dalam pasal 85 dan 86 UU tenaga Kesehatan ditegaskan apabila dalam melakukan pelayanan kesehatan diketahui tidak memiliki STR dan SIP, maka akan dipidana dengan pidana denda paling banyak masing-masing sebesar Rp100juta. (*)