• Senin, 30 September 2024

HITI: Klaim Biosaka Tekan Penggunaan Pupuk Kimia 50-90 Persen Perlu Uji Efikasi dan Lab

Sabtu, 10 Juni 2023 - 10.00 WIB
1.4k

Klaim Biosaka Tekan Pupuk NPK 50 Persen Tidak Terbukti. Foto: Dok.Kementan

Kupastuntas.co, Jakarta - Rekomendasi hasil focus group discussion (FGD) Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) bersama Tim IPB dan Badan Standardisasi dan Instrumen Pertanian (BRIN) akhir Mei 2023 menklaim biosaka perlu menekankan penggunaan pupuk kimia 50-90 persen dan lainnya perlu dilakukan uji efikasi dan laboratorium.

Sejalan dengan itu, Institut Pertanian Bogor [IPB] membentuk Tim Kajian Biosaka IPB beranggotakan 10 akademisi yang dipimpin Prof Dr Ir Mitfahudin MSi menyatakan bahwa Biosaka 'tidak dapat distandarisasi secara ilmiah' untuk mendapatkan peran bahan aktif Biosaka terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.

Hal itu diungkapkan Tim Kajian IPB, Dr Ir Arief Hartono MSc Agr pada webinar bertajuk 'Pandangan HITI dan Tim IPB tentang Biosaka' yang dihadiri Ketua HITI, Prof Dr Ir Budi Mulyanto MSc dan Peneliti BRIN, Dr Ir I Wayan Suastika di Jakarta pada Jumat (9/6/2023). 

Dr Arief mengatakan, Tim Kajian Biosaka IPB menyimpulkan komposisi bahan baku yang beragam dan tidak terstandar, Biosaka merupakan larutan yang memiliki komposisi dan kandungan bahan aktif yang bervariasi.

"Biosaka tidak dapat distandardisasi secara ilmiah untuk mendapatkan peran bahan aktif Biosaka terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman," kata Dr Arief.

Hal itu sejalan arahan Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo, bahwa peningkatan produksi pertanian merupakan bentuk akselerasi menghadapi tantangan global.

"Untuk terus memperkuat stok pangan khususnya beras yang merupakan kebutuhan pokok dalam negeri, bahkan dibutuhkan di seluruh dunia," lanjutnya.

Dr Arief menerangkan, dari hasil temuan lapangan di tiga kabupaten meliputi Karawang, Klaten dan Blitar pada medio Februari dan awal Maret 2023, klaim bahwa Biosaka dapat meningkatkan pertumbuhan, meningkatkan efisiensi pupuk dan meningkatkan hasil menjadi kurang valid untuk diterapkan secara umum.

Dr Arief menambahkan, Tim Kajian Biosaka IPB menggelar Focus Group Discussion (FGD) melalui kunjungan lapang ke Blitar, Jawa Timur pada 17 - 20 Februari dilanjutkan ke BBPOPT Jatisari di Karawang, Jawa Barat pada 10 Maret 2023 berlanjut ke Klaten di Jawa Tengah pada 10 - 12 Maret 2023.

"Wawancara Tim IPB dengan petani Blitar, Yudi dan Saipudin pada 18 Februari menyatakan Biosaka bisa dibuat dari berbagai jenis tumbuhan liar, minimal lima jenis, namun dinyatakan tidak terdapat jenis tumbuhan khusus yang harus ada," ujarnya.

Menurut kedua petani Blitar tersebut, ungkap Dr Arief, tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku Biosaka adalah babadotan (Ageratum conyzoides L), tutup bumi (Elephantopus mollis Kunth), Kitolod (Hippobroma longiflora), maman ungu (Cleome rutidosperma), Patikan kebo (Euphorbia hirta L), Meniran (Phyllanthus niruri L.), antinganting dan lainnya.

Sementara hasil uji lab Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Jatisari menyatakan bahwa 'Biosaka bukan pupuk, bukan pestisida, mengandung hormone, spora dan bakteri jauh lebih tinggi, bagus untuk pertanaman serta mengandung Bacillus sp sebagai Plant Growth Promotion Rhizobacteria (PGPR) untuk pertumbuhan dan produksi.

Klaim Biosaka dianggap sebagai paradigma baru yakni Elisitor, Epigenetik dan Kinesiologi, maka Tim Kajian IPB menyimpulkan klaim sepihak tersebut tidak mudah dipahami, terutama terminologi kinesiologi dalam hubungannya dengan elisitor dan mekanisme epigenetik.

"Catatan Tim IPB, dari berbagai bahan aktif Biosaka,  hanya fitohormon yang mungkin memiliki kaitan erat dengan pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi tanaman, sehingga mungkin saja Biosaka dapat memengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman," terangnya.

Akan tetapi, tambah Dr Arief, hal itu masih perlu pembuktian secara ilmiah, melalui percobaan yang didesain dan dilaksanakan sesuai prosedur ilmiah yang benar.

Rekomendasi HITI

Hal itu sejalan dengan rekomendasi HITI seperti diberitakan sebelumnya bahwa akademisi dan praktisi yang tergabung pada HITI merekomendasi ´kebijakan publik Biosaka harus berdasarkan kajian ilmiah´ mengingat hasil penelitian menunjukkan ternyata Biosaka tidak berpengaruh terhadap produksi padi.

Rekomendasi tersebut mengemuka pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar HITI bertajuk ´Sharing Pemanfaatan Biosaka untuk Tanaman Padi Sawah´ secara online pada Senin (29/5/2023), yang dihadiri hampir 75 peserta online dari kalangan akademisi, praktisi, pejabat  Kementan dan pejabat pemerintah daerah terkait serta  penyuluh dan stakeholders.

Hadir narasumber dari Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk pada Balai Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Kementerian Pertanian RI dan akademisi IPB University, Dr Arif Hartono.

Acuannya, hasil penelitian Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk pada BSIP Kementerian Pertanian RI menunjukkan ternyata Biosaka tidak berpengaruh terhadap produksi padi, serta tidak mengurangi kebutuhan pupuk 50 persen hingga 90 persen.

Sebagai tindak lanjut FGD, maka HITI meminta kepada seluruh Komisariat Daerah (Komda) untuk dapat melakukan pengamatan terhadap daerah yang telah menerapkan Biosaka dalam kegiatan budidaya pertanian.

HITI juga meminta kepada seluruh Komda untuk melaksanakan penelitian dan pengujian terkait efektivitas Biosaka dan suplemen lainnya pada kegiatan budidaya pertanian.

Biosaka adalah local knowledge hasil temuan atau invensi praktisi pertanian bernama Muhammad Anshar, warga Desa Wates, Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur.

Biosaka adalah cairan yang dibuat dari pucuk-pucuk daun atau rumput-rumputan sehat dan utuh tidak dimakan serangga yang diremas dalam air dengan takaran dan waktu tertentu.

Terkait hal itu, FGD digelar oleh HITI sehubungan dengan banyaknya pertanyaan dari petani, penyuluh, serta stakeholders pertanian lainnya terkait efektivitas penggunaan Biosaka.

Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk yang memiliki tugas dan fungsi terkait pengujian standar instrumen tanah dan pupuk telah melakukan pengujian terkait penggunaan Biosaka di Blitar dengan tanaman indikator padi. (*)


Video KUPAS TV : Kebutuhan Darah Kota Metro 1.500 Kantong per Bulan