Hasil Lebih Rendah, Klaim Biosaka Tekan Pupuk NPK 50 Persen Tidak Terbukti
Kupastuntas.co, Jakarta - Klaim bahwa Biosaka dapat menjadi substitusi 50 persen pupuk NPK dan meningkatkan hasil produksi tanaman pangan tidak dapat dibuktikan. Perlakuan dengan Biosaka justru memberikan hasil yang lebih rendah ketimbang perlakuan tanpa pupuk.
Sanggahan tersebut dikemukakan Dr Ir Arief Hartono MSc Agr dari Tim Kajian Institut Pertanian Bogor (IPB) pada webinar bertajuk 'Pandangan HITI dan Tim IPB tentang Biosaka' yang dihadiri Ketua Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) Prof Dr Ir Budi Mulyanto MSc dan Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr Ir I Wayan Suastika di Jakarta, Jumat (9/6/2023).
Untuk diketahui, IPB membentuk Tim Kajian Biosaka IPB beranggotakan 10 akademisi yang dipimpin Prof Dr Ir Mitfahudin MSi dari dari hasil kajian lapangan di tiga kabupaten meliputi Karawang, Klaten dan Blitar pada medio Februari dan awal Maret 2023.
Upaya tersebut sejalan arahan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo bahwa peningkatan produksi pertanian merupakan bentuk akselerasi menghadapi tantangan global.
"Untuk terus memperkuat stok pangan khususnya beras yang merupakan kebutuhan pokok dalam negeri, bahkan dibutuhkan di seluruh dunia," kata Dr Arief.
Dr Arief mengungkapkan, dari hasil kajian lapangan, ddapati hampir semua percobaan demplot tidak ada pembanding pemberian Pupuk NPK saja, jadi hipotesis awal sudah misleading.
"Tanaman padi tetap memerlukan pupuk NPK, jika hanya diberi Biosaka maka hasilnya lebih rendah dari tanaman kontrol tanpa Biosaka," ungkapnya.
Klaim bahwa Biosaka dapat menggantikan pupuk NPK 50 persen tidak terbukti atau tidak valid, karena kesimpulan tersebut hanya didasarkan pada demplot petani, tidak didasarkan atas hasil percobaan yang dirancang sesuai kaidah ilmiah yang berlaku.
"Seharusnya di dalam membuat pembandingan dalam suatu penelitian atau percobaan, pembanding pupuk NPK+Urea 50 persen dan 100 persen harus disertakan, sehingga kesimpulan akan lebih valid," kata Dr Arief.
Baca juga : Tim IPB: Biosaka Harus Disertai Pupuk Organik, Anorganik dan Hayati untuk Menjaga Ketersediaan Hara Tanah
Menurutnya, dari hasil wawancara dengan staf Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Pemkab Blitar, didapat informasi bahwa sampai saat ini belum ada data resmi peningkatan produktivitas padi yang disebabkan oleh pemberikan Biosaka oleh petani.
"Informasi keberhasilan Biosaka hanya diperoleh dari data ubinan yang tidak diketahui faktor produksi apa saja yang telah diberikan petani di lahan pertaniannya," ujarnya.
Tim IPB tentang Biosaka lanjut Dr. Arief, terlalu dini apabila penerapan Biosaka diklaim dapat menekan penggunaan pupuk NPK 50 persen, rujukannya hasil Demplot petani yang diklaim menunjukkan pertumbuhan tanaman dan hasil demplot yang tidak berbeda nyata antara perlakuan Biosaka + NPK 50 persen dengan Biosaka + 100 persen NPK.
"Klaim tersebut masih terlalu dini karena tidak didukung prosedur pengujian sesuai metode ilmiah. Penarikan kesimpulan menjadi tidak valid, karena perbandingan yang dilakukan tidak mendasarkan prosedur percobaan yang benar," terangnya.
Tim Kajian IPB mendapati fakta bahwa Biosaka diperoleh dengan cara memeras bahan organik dalam air tidak memenuhi mekanisme pelepasan hara dari bahan organik.
Hasil analisis Biosaka, katanya lagi, yang dilakukan Balai Penelitian Tanah menunjukkan bahwa Biosaka dapat dinyatakan tidak mengandung unsur-unsur hara esensial (N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Cu, Zn, Mo) karena kadarnya sangat rendah, tidak memenuhi persyaratan teknis minimal sehingga disimpulkan Biosaka tidak termasuk pupuk cair.
Rekomendasi HITI
Hal itu sejalan dengan rekomendasi HITI seperti diberitakan sebelumnya bahwa akademisi dan praktisi yang tergabung pada HITI merekomendasi ´kebijakan publik Biosaka harus berdasarkan kajian ilmiah´ mengingat hasil penelitian menunjukkan ternyata Biosaka tidak berpengaruh terhadap produksi padi.
Rekomendasi tersebut mengemuka pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar HITI bertajuk ´Sharing Pemanfaatan Biosaka untuk Tanaman Padi Sawah´ secara online pada Senin (29/5/2023), yang dihadiri hampir 75 peserta online dari kalangan akademisi, praktisi, pejabat Kementan dan pejabat pemerintah daerah terkait serta penyuluh dan stakeholders.
Hadir narasumber dari Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk pada Balai Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Kementerian Pertanian RI dan akademisi IPB University, Dr Arif Hartono.
Acuannya, hasil penelitian Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk pada BSIP Kementerian Pertanian RI menunjukkan ternyata Biosaka tidak berpengaruh terhadap produksi padi, serta tidak mengurangi kebutuhan pupuk 50 persen hingga 90 persen.
Sebagai tindak lanjut FGD, maka HITI meminta kepada seluruh Komisariat Daerah (Komda) untuk dapat melakukan pengamatan terhadap daerah yang telah menerapkan Biosaka dalam kegiatan budidaya pertanian.
HITI juga meminta kepada seluruh Komda untuk melaksanakan penelitian dan pengujian terkait efektivitas Biosaka dan suplemen lainnya pada kegiatan budidaya pertanian.
Biosaka adalah local knowledge hasil temuan atau invensi praktisi pertanian bernama Muhammad Anshar, warga Desa Wates, Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur.
Biosaka adalah cairan yang dibuat dari pucuk-pucuk daun atau rumput-rumputan sehat dan utuh tidak dimakan serangga yang diremas dalam air dengan takaran dan waktu tertentu.
Terkait hal itu, FGD digelar oleh HITI sehubungan dengan banyaknya pertanyaan dari petani, penyuluh, serta stakeholders pertanian lainnya terkait efektivitas penggunaan Biosaka.
Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk yang memiliki tugas dan fungsi terkait pengujian standar instrumen tanah dan pupuk telah melakukan pengujian terkait penggunaan Biosaka di Blitar dengan tanaman indikator padi. (*)
Video KUPAS TV : Kebutuhan Darah 1.500 Kantong Perbulan, Stok Darah di Kota Metro Selalu Kekurangan
Berita Lainnya
-
MK Tolak Uji Materi Penyediaan Kotak Kosong di Pilkada Seluruh Daerah
Sabtu, 16 November 2024 -
Kemendagri Resmi Larang Kepala Daerah Sebar Bansos Jelang Pilkada
Kamis, 14 November 2024 -
Indonesia Peringkat Kedua Kasus TBC Terbanyak, Capai 1 Juta Lebih
Selasa, 12 November 2024 -
Pemerintah Antisipasi Pelantikan Kepala Daerah Terpilih Mundur dari Jadwal
Senin, 11 November 2024