• Sabtu, 16 November 2024

Adu Perspektif, Mau Sistem Pemilu Proporsional Tertutup atau Terbuka

Senin, 05 Juni 2023 - 17.18 WIB
278

Suasana diskusi dengan tema "Kontroversi Sistem Pemilihan Dalam Pemilu Di Indonesia" di Cafe Lamban Gunung Kota Bandar Lampung. Foto: Yudha/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Diskusi adu perspektif soal sistem pemilihan umum (Pemilu) proporsional tertutup dan terbuka digelar di Cafe Lamban Gunung Kota Bandar Lampung yang diselenggarakan oleh Komunitas Ruang Demokrasi (Rudem), Senin (5/6/2023).

Kegiatan itu mengangkat tema "Kontroversi Sistem Pemilihan Dalam Pemilu Di Indonesia" dengan narasumber yaitu Akademisi Hukum Universitas Lampung (Unila) Budiyono, Akademisi FISIP Unila Nanang Trenggono, serta pengasuh Komunitas Rudem Wendy Melfa.

Dalam pemaparanya, Budiyono berpendapat bahwa dalam UUD 1945 menjelaskan bahwa Presiden, DPR RI, DPD RI dan DPRD dipilih oleh rakyat bukan partai politik, sehingga selayaknya pemilu di lakukan secara terbuka.

"Belum saatnya perubahan sistem pemilu, seharusnya kita tidak berpolemik lagi, yang mendekati dengan kedaulatan rakyat adalah pemilu terbuka," tegasnya.

Saat ini menurut Budiyono, proses tahapan pemilu 2024 tengah berlangsung sehingga apabila dilakukan perubahan sistem pemilu tentunya akan menimbulkan situasi politik yang menghangat.

"Apalagi kalau para Bacaleg menuntut secara perdata atas kerugiaan yang didapatkan atas perubahan sistem pemilu menjadi tertutup, MK adalah penjaga negara bukan kepala negara, kalau ini sampai terjadi MK artinya melampaui dari kewenanganya," imbuhnya.

Menurutnya, untuk situasi saat ini sistem pemilu yang paling tepat adalah sistem pemilu terbuka bukan sistem pemilu tertutup.

"Dulu putusan MK itu menjadi diskusi nenarik karena ada ide baru, kalau saat ini putusannya mudah ditebak," ucapnya.

Sementara Nanang Trenggono yang juga merupakan eks Ketua KPU Lampung menilai sistem pemilu terbuka maupun tertutup memiliki keunggulan dan kelemahaan masing-masing.

"Saya melihat dalam perspektif pragmatis tentang kebermanfaatannya, kalau tertutup itu adanya stabilitas politik, karena sejak penetapan calon presiden itu sudah banyak laporan-laporan," ucapnya.

Sehingga menurutnya, sistem pemilu tertutup akan memungkinkan adanya penurunan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara sebab tidak adanya intervensi dari perseorangan.

Wendy Melfa dalam pemaparannya mengatakan, apapun keputusan MK terhadap sistem pemilu diharuskan dapat mengakomodir kepentingan 18 partai politik peserta pemilu, tidak menguntungkan pada suatu kelompok tertentu.

"Ini sangat menghawatirkan atas stabilitas politik yang menghangat, oleh karena itu kita berharap putusan MK harus bernuansa keadilan bagi partai yang ingin terbuka dan partai yang ingin tertutup," tukasnya.

Ia juga sepakat bahwa sistem pemilu tertutup dan terbuka yang pernah dilakukan di Indonesia kedua memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

"Saya sepakat bahwa open legal policy bahwa MK punya kewenangan melakukan judicial review undang-undang, kewenangan ini yang menjadikan perjalanan pemilu 2024 berdinamika," ucapnya.

"Dunia politik Indonesia menjadi galau apabila tahapan sudah berjalan, ada judicial review yang putusannya akan memberikan konsekuensi kecuali putusannya tetap tidak berubah," tutupnya. (*)