Pesisir Bandar Lampung Rusak dan Tercemar, Nelayan Sulit Tangkap Ikan, Berganti Plastik dan Sampah

Pesisir Bandar Lampung yang penuh dengan sampah. Foto: Dok Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar
Lampung - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bandar Lampung menyebut kini
nelayan semakin sulit menangkap ikan di perairan pesisir Bandar Lampung. Hal
ini disebabkan di wilayah pesisir marak berdiri pabrik dan pemukiman penduduk.
Ditambah kondisi terumbu karang yang sudah rusak.
Kepala DKP Bandar
Lampung, Erwin mengatakan, saat ini di wilayah perairan pesisir Bandar Lampung
sudah tidak ada lagi ikan besar yang bisa ditangkap oleh nelayan.
Kini para nelayan
tidak bisa lagi mencari ikan besar di wilayah perairan laut Bandar Lampung.
Sehingga para nelayan harus mencari ikan hingga ke perairan laut Pesawaran dan
daerah lainnya.
"Ikan di perairan
pesisir Bandar Lampung sudah jauh berkurang. Karena bisa dilihat sendiri di
wilayah pesisir kita sudah banyak berdiri pabrik dan pemukiman penduduk serta
terumbu karang sudah rusak. Ikan itu banyaknya di daerah perairan pedalaman
yang jarang penduduknya. Sementara sebagian besar ekosistem ikan di perairan
Bandar Lampung kini sudah rusak," kata Erwin, Minggu (12/3/23).
Erwin mengungkapkan,
saat ini nelayan di Bandar Lampung harus melaut semakin jauh agar bisa
mendapatkan posisi ekosistem ikan. "Namanya kita mencari ikan di alam
bebas, tentu kita mencari tempat berkumpulnya ikan. Dan di pesisir Bandar
Lampung sudah jarang bahkan tidak ada lagi," jelasnya.
Menurutnya, Pemkot
Bandar Lampung tidak memiliki kewenangan untuk mengelola perairan laut.
Sehingga, upaya untuk melakukan perbaikan terumbu karang di laut tidak bisa
dilakukan.
“Sesuai aturan, batas
laut 0-12 mil dari bibir pantai itu kewenangannya provinsi, lalu 12 mil hingga
setelah itu kewenangannya adalah pemerintah pusat,” terangnya.
Ia mengungkapkan, saat
ini di Bandar Lampung terdapat sekitar 700 nelayan yang sudah terdaftar.
"Titik surut gelombang tertinggi itu wilayah kita. Kita punya nelayan yang
harus dibina. Sedangkan kita tidak punya kewenangan menyentuh perairan laut,”
tandasnya.
Ia menuturkan, di
perairan pesisir laut Bandar Lampung saat ini hanya tersisa ikan-ikan kecil
yang hanya bisa ditangkap oleh para nelayan. Dampaknya, pendapatan nelayan
sangat kecil dan belum bisa untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
Meskipun tidak
memiliki kewenangan mengelola perairan laut, DKP Bandar Lampung tetap melakukan
upaya memperbaiki terumbu karang yang rusak. Salah satunya dengan menanam
mangrove di pesisir, dan bersama aparat penegak hukum menangkap nelayan yang
melakukan pengeboman ikan sehingga merusak terumbu karang.
"Kita juga
memberikan sosialisasi pada nelayan untuk menggunakan alat tangkap ikan yang
ramah lingkungan, dan melarang nelayan merusak terumbu karang," tegas
Erwin.
Pantauan di lapangan,
limbah sampah plastik dari rumah tangga dan pabrik menumpuk di wilayah perairan
pesisir Kelurahan Sukaraja, Bandar Lampung. Volume sampah semakin meningkat
pasca turun hujan.
Seorang nelayan
Sukaraja, Bandar Lampung, Erwan mengatakan, warga di sini sudah terbiasa hidup
bersama tumpukan sampah di pesisir Bandar Lampung.
“Hasil tangkapan ikan
menurun drastis karena semakin banyak sampah plastik yang menumpuk di pinggir
pantai. Kini nelayan harus melaut lebih jauh agar bisa mendapatkan ikan yang
lumayan,” kata Erwan.
Ia mengungkapkan,
warga Sukaraja dikenal turun temurun sebagai nelayan payang (menebar jaring di
tengah laut, lalu ditarik ke daratan). Sejak sampah menumpuk di bibir pantai dan
mengambang di laut, hasil tangkapan ikan nelayan payang berkurang drastis.
“Terkadang kami hanya
dapat plastik-plastik kotor dari laut, ikannya hanya sedikit,” kata Erwan.
Padahal, nelayan sudah menebar jaring hampir ke tengah laut.
Sebelumnya diberitakan,
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung mencatat, selama tahun 2022
timbunan sampah dalam sehari mencapai 4.515 ton. Dalam setahun timbunan sampah
yang dihasilkan sebanyak 1,64 juta ton.
Kepala DLH Provinsi
Lampung, Emilia Kusumawati, menjelaskan dari jumlah tersebut sebanyak 554.578
ton atau 33,65 persen dapat dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dan
111.279 ton atau 6,75 persen dimanfaatkan kembali dengan cara didaur ulang.
"Sampah yang bisa
dimanfaatkan kembali atau didaur ulang jumlahnya masih sedikit. Maka
dibentuklah bank sampah dan ini di semua kabupaten/kota yang ada di Lampung
sudah memiliki bank sampah," kata Emilia, Selasa (10/1/2023).
Dia memaparkan,
timbunan sampah di Lampung Barat sebanyak 47.219 ton per tahun, Tanggamus
92.850 ton per tahun, Lampung Selatan 228.229 ton per tahun, dan Lampung Timur
195.770 ton per tahun.
Selanjutnya, Lampung
Tengah 287.993 ton per tahun, Lampung Utara 114.180 ton per tahun, Way Kanan
67.771 ton per tahun, Tulangbawang 68.342 ton per tahun, dan Pesawaran 66.969
ton per tahun.
Lalu, Pringsewu 59.978
ton per tahun, Mesuji 29.740 ton per tahun, Tulangbawang Barat 40.853 ton per
tahun, Pesisir Barat 23.179 ton per tahun, Bandar Lampung 283.602 ton per
tahun, Metro 41.439 ton per ton. Sehingga total pada 2022 untuk 15
kabupaten/kota terdapat timbunan sampah sebanyak 1.648.059 ton. (*)
Berita ini telah
terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Senin 13 Maret 2023 dengan judul “Terumbu
Karang di Pesisir Bandar Lampung Rusak”
Berita Lainnya
-
Kupas Podcast Bahas IPM Lampung, Thomas Amirico: Tidak Boleh Ada Lagi Anak Putus Sekolah
Rabu, 02 Juli 2025 -
Bulan Terakhir Pemutihan Pajak, Bapenda Lampung: Masyarakat Minta Diperpanjang
Selasa, 01 Juli 2025 -
1.100 Mahasiswa UIN Raden Intan Lampung Diwisuda, Abdul Aziz Raih Summa Cum Laude
Selasa, 01 Juli 2025 -
Realisasi APBD 2024 Capai 83 Persen, Pemkot Bandar Lampung Akui PAD Masih Jadi PR
Selasa, 01 Juli 2025