• Rabu, 02 Juli 2025

Pesisir Bandar Lampung Rusak dan Tercemar, Nelayan Sulit Tangkap Ikan, Berganti Plastik dan Sampah

Senin, 13 Maret 2023 - 08.12 WIB
387

Pesisir Bandar Lampung yang penuh dengan sampah. Foto: Dok Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bandar Lampung menyebut kini nelayan semakin sulit menangkap ikan di perairan pesisir Bandar Lampung. Hal ini disebabkan di wilayah pesisir marak berdiri pabrik dan pemukiman penduduk. Ditambah kondisi terumbu karang yang sudah rusak.

Kepala DKP Bandar Lampung, Erwin mengatakan, saat ini di wilayah perairan pesisir Bandar Lampung sudah tidak ada lagi ikan besar yang bisa ditangkap oleh nelayan.

Kini para nelayan tidak bisa lagi mencari ikan besar di wilayah perairan laut Bandar Lampung. Sehingga para nelayan harus mencari ikan hingga ke perairan laut Pesawaran dan daerah lainnya.

"Ikan di perairan pesisir Bandar Lampung sudah jauh berkurang. Karena bisa dilihat sendiri di wilayah pesisir kita sudah banyak berdiri pabrik dan pemukiman penduduk serta terumbu karang sudah rusak. Ikan itu banyaknya di daerah perairan pedalaman yang jarang penduduknya. Sementara sebagian besar ekosistem ikan di perairan Bandar Lampung kini sudah rusak," kata Erwin, Minggu (12/3/23).

Erwin mengungkapkan, saat ini nelayan di Bandar Lampung harus melaut semakin jauh agar bisa mendapatkan posisi ekosistem ikan. "Namanya kita mencari ikan di alam bebas, tentu kita mencari tempat berkumpulnya ikan. Dan di pesisir Bandar Lampung sudah jarang bahkan tidak ada lagi," jelasnya.

Menurutnya, Pemkot Bandar Lampung tidak memiliki kewenangan untuk mengelola perairan laut. Sehingga, upaya untuk melakukan perbaikan terumbu karang di laut tidak bisa dilakukan.

“Sesuai aturan, batas laut 0-12 mil dari bibir pantai itu kewenangannya provinsi, lalu 12 mil hingga setelah itu kewenangannya adalah pemerintah pusat,” terangnya.

Ia mengungkapkan, saat ini di Bandar Lampung terdapat sekitar 700 nelayan yang sudah terdaftar. "Titik surut gelombang tertinggi itu wilayah kita. Kita punya nelayan yang harus dibina. Sedangkan kita tidak punya kewenangan menyentuh perairan laut,” tandasnya.

Ia menuturkan, di perairan pesisir laut Bandar Lampung saat ini hanya tersisa ikan-ikan kecil yang hanya bisa ditangkap oleh para nelayan. Dampaknya, pendapatan nelayan sangat kecil dan belum bisa untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

Meskipun tidak memiliki kewenangan mengelola perairan laut, DKP Bandar Lampung tetap melakukan upaya memperbaiki terumbu karang yang rusak. Salah satunya dengan menanam mangrove di pesisir, dan bersama aparat penegak hukum menangkap nelayan yang melakukan pengeboman ikan sehingga merusak terumbu karang.

"Kita juga memberikan sosialisasi pada nelayan untuk menggunakan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan, dan melarang nelayan merusak terumbu karang," tegas Erwin.

Pantauan di lapangan, limbah sampah plastik dari rumah tangga dan pabrik menumpuk di wilayah perairan pesisir Kelurahan Sukaraja, Bandar Lampung. Volume sampah semakin meningkat pasca turun hujan.

Seorang nelayan Sukaraja, Bandar Lampung, Erwan mengatakan, warga di sini sudah terbiasa hidup bersama tumpukan sampah di pesisir Bandar Lampung.

“Hasil tangkapan ikan menurun drastis karena semakin banyak sampah plastik yang menumpuk di pinggir pantai. Kini nelayan harus melaut lebih jauh agar bisa mendapatkan ikan yang lumayan,” kata Erwan.

Ia mengungkapkan, warga Sukaraja dikenal turun temurun sebagai nelayan payang (menebar jaring di tengah laut, lalu ditarik ke daratan). Sejak sampah menumpuk di bibir pantai dan mengambang di laut, hasil tangkapan ikan nelayan payang berkurang drastis.

“Terkadang kami hanya dapat plastik-plastik kotor dari laut, ikannya hanya sedikit,” kata Erwan. Padahal, nelayan sudah menebar jaring hampir ke tengah laut.

Sebelumnya diberitakan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung mencatat, selama tahun 2022 timbunan sampah dalam sehari mencapai 4.515 ton. Dalam setahun timbunan sampah yang dihasilkan sebanyak 1,64 juta ton.

Kepala DLH Provinsi Lampung, Emilia Kusumawati, menjelaskan dari jumlah tersebut sebanyak 554.578 ton atau 33,65 persen dapat dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dan 111.279 ton atau 6,75 persen dimanfaatkan kembali dengan cara didaur ulang.

"Sampah yang bisa dimanfaatkan kembali atau didaur ulang jumlahnya masih sedikit. Maka dibentuklah bank sampah dan ini di semua kabupaten/kota yang ada di Lampung sudah memiliki bank sampah," kata Emilia, Selasa (10/1/2023).

Dia memaparkan, timbunan sampah di Lampung Barat sebanyak 47.219 ton per tahun, Tanggamus 92.850 ton per tahun, Lampung Selatan 228.229 ton per tahun, dan Lampung Timur 195.770 ton per tahun.

Selanjutnya, Lampung Tengah 287.993 ton per tahun, Lampung Utara 114.180 ton per tahun, Way Kanan 67.771 ton per tahun, Tulangbawang 68.342 ton per tahun, dan Pesawaran 66.969 ton per tahun.

Lalu, Pringsewu 59.978 ton per tahun, Mesuji 29.740 ton per tahun, Tulangbawang Barat 40.853 ton per tahun, Pesisir Barat 23.179 ton per tahun, Bandar Lampung 283.602 ton per tahun, Metro 41.439 ton per ton. Sehingga total pada 2022 untuk 15 kabupaten/kota terdapat timbunan sampah sebanyak 1.648.059 ton. (*)

Berita ini telah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Senin 13 Maret 2023 dengan judul “Terumbu Karang di Pesisir Bandar Lampung Rusak”