Ditentang Berbagai Pihak, Ini Dampak Penundaan Pemilu 2024 Menurut Para Ahli
Kupastuntas.co, Bandar
Lampung - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) membuat putusan kontroversial mengenai
penundaan Pemilu 2024 hingga Juli 2025, yang dibacakan pada Kamis (2/3/2023).
Pada putusan atas
gugatan 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan pada 8 Desember 2022 itu, PN Jakpus
memerintahkan kepada KPU untuk melakukan penundaan Pemilu.
"Menghukum Tergugat
untuk tidak melaksankan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini
diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama kurang 2
(dua) tahun empat (4) bulan 7 (tujuh) hari," bunyi dari diktum kelima amar
putusan tersebut.
Menanggapi hal itu, Roby
Cahyadi Kurniawan pengamat Politik Universitas Lampung dan Doktor spesialisasi
Pemilu itu membeberkan kerugiaan apabila terjadi penundaan Pemilu 2024.
"Dalam logika
politik penundaan Pemilu tentunya menyebabkan biaya yang dikeluarkan akan lebih
tinggi," terang Roby, Jumat (3/3/2023).
Secara pribadi Roby
mengatakan, ia menolak dan melawan dengan tegas putusan dari PN Jakpus
tersebut.
"Putusan tersebut
tentunya akan membatalkan keseluruhan tahapan pemilu yang saat ini tengah
berlangsung, oleh karenanya putusan tersebut sangat amat disayangkan,"
katanya.
Menurutnya, PN Jakpus
seharusnya melakukan penolakan atas gugatan yang dilayangkan, karena gugatan
tersebut tidak tepat.
"Secara lebih
tepat, tentunya gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN), disebabkan oleh gugatannya berupa putusan yang dikeluarkan oleh KPU
RI," tandas Wakil Dekan III FISIP Unila itu.
Sehingga, menurut
penilaiannya perkara perdata Pidana Pemilu harus diputuskan oleh Mahkmah
Konstitusi (MK).
"Apabila putusan
dari PTUN tersebut tidak selesai, maka dapat dilanjutkan ke ranah MK, yang
lebih berhak menangani perkara perdata serta pidana Pemilu," ujarnya.
Oleh karena itu, ia
mengatakan KPU RI harus melakukan banding kepada Pengadilan Tinggi Jakarta untuk
melawan putusan PN Jakpus tersebut.
Sependapat, Budiyono
pengamat Hukum juga dari Universitas Lampung mengatakan, putusan itu
inkonstitusional.
"Putusan PN Jakpus
ini menurut saya putusan yang melampaui kewenangan pengadilan dan sudah
bertentangan dengan konstitusi. Seharusnya PN adalah lembaga yang menjaga dan
menghormati konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia,"
terang Budiyono, Jum'at (3/3/2023).
Ia mengatakan, putusan
PN Jakpus tersebut tidak pernah terjadi dalam sejarah Indonesia bahkan dalam
sejarah peradilan dunia. Oleh karenanya, ia mendukung kepada Komisi Pemilihan
Umum (KPU) untuk mengambil langkah pengajuan banding.
"Mendukung langkah
hukum KPU dengan mengajukan banding dan tidak melaksanakan putusan yang
berakibat tertundanya tahapan Pemilu," tandasnya.
Menurutnya, putusan PN
Jakpus ini jelas melanggar sumber hukum tertinggi (hirarki) yaitu konstitusi
UUD 1945, sehingga layak untuk dilawan melalui mekanisme pengajuan banding kepada
Pengadilan Tinggi.
Pakar Hukum Tata Negara,
Feri Amsari, menyebut putusan hakim PN Jakpus yang mengabulkan gugatan perdata
Partai Prima "tidak rasional dan di luar yuridiksi".
Sebab gugatan soal verifikasi
partai calon peserta pemilu 2024, masuk dalam sengketa administrasi pemilu yang
mana menjadi ranah Bawaslu atau Pengadilan Tata Usaha Negara.
"Tidak
diperkenankan pengadilan negeri memutuskan untuk menunda pemilu karena itu
bukan yuridiksi dan kewenangannya," ujar Feri, Jumat (03/03) sebagaimana
kami kutip dari BBC News Indonesia.
"Pemilu itu
dilangsungkan berkala lima tahun sekali berdasarkan Pasal 22 E ayat UUD
1945," sambungnya.
"Tidak mungkin
pengadilan negeri menentang ketentuan pasal konstitusi ini."
Selain menabrak UU 1945,
kata dia, putusan PN Jakpus juga sesungguhnya bertentangan UU Pemilu karena
dalam undang-undang tersebut hanya mengenal penundaan dalam bentuk susulan dan
lanjutan.
Artinya, kata dia, tidak
boleh ada penundaan nasional.
"Penundaan susulan
kalau di tahapan tertentu terjadi upaya yang tidak memungkinkan dilakukan
proses pemilu karena bencana. Maka tahapan yang tertunda disusulkan."
Bagi Feri, putusan PN
Jakpus ini sebagai ancaman bagi demokrasi di Indonesia.
Peneliti Departemen
Politik dan Perubahan Sosial dari Centre for Strategic and International
Studies (CSIS), Nicky Fahrizal, sependapat.
Menurut dia, sedari awal
gugatan ini sudah keliru dan hakim seharusnya menyatakan gugatan Partai Prima
tersebut tidak bisa diterima karena bukan ranah mereka.
"Itu yang tidak
dipahami hakim PN Jakpus," ujar Nicky Fahrizal dalam diskusi di Jakarta,
Jumat (03/03).
Apa akibatnya terhadap
proses tahapan pemilu?
Akibat dari putusan
tersebut proses tahapan pemilu berjalan dalam ketidakpastian hukum, kata
peneliti CSIS, Nicky Fahrizal.
Terlebih KPU menyatakan
akan melakukan banding.
"Kalau banding harus
menunggu proses persidangan yang mungkin sampai Mahkamah Agung dan memakan
waktu lama," jelas peneliti CSIS, Noory Okthariza.
Menurut Nicky, ada
langkah lain yang sebetulnya bisa ditempuh KPU tanpa membuang-buang waktu dan
secara hukum lebih tepat.
Karena ini termasuk
gugatan perdata, KPU hanya perlu membayar ganti rugi materiil kepada penggugat
sebesar Rp500 juta dan melakukan verifikasi ulang terhadap Partai Prima.
Soal bunyi putusan yang
menunda pelaksanaan tahapan pemilu, "bisa diabaikan oleh KPU dengan alasan
bahwa itu melampaui batasan yuridiksi hukum dan menabrak Undang-Undang Pemilu
serta UUD 1945," jelasnya.
Meskipun diakui Nicky,
akan muncul narasi 'KPU atau pemerintah tidak menghormati putusan pengadilan'
oleh kelompok tertentu yang ingin menunda pemilu.
Apa dampak menunda
pemilu?
Ketua Departemen Politik
dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, mengatakan pelaksanaan pemilihan
umum tiap lima tahun sekali sudah diatur dalam konstitusi.
Jika terjadi perubahan
durasi pemilu, maka itu sama saja bertentangan pada UUD 1945.
Pelaksanaan pemilu lima
tahun sekali, sesungguhnya penting agar ada kepastian politik bagi parpol dalam
memilih kandidat caleg dan capres.
Pemilu yang pasti,
sambungnya, juga penting untuk "memastikan agar sirkulasi kepemimpinan di
level nasional dan daerah bisa berjalan sesuai waktu".
Arya menyebut kalau ada
penundaan, dampak yang paling besar adalah "terjadi pembengkakan anggaran
pemilu lantaran masa kerja penyelenggara jadi lebih panjang".
Di sisi lain, penundaan
pemilu memberikan ketidakpastian bagi dunia usaha dan perbankan untuk merancang
strategi investasi ke depan.
"Stabilitas akan
memengaruhi, muncul ketidakpercayaan investor domestik dan luar negeri,"
katanya. (*)
Berita Lainnya
-
Masyarakat Bangga Arinal Djunaidi Sudah Membangun Infrastruktur di Sidomulyo Lamsel
Senin, 18 November 2024 -
1.260 Surat Himbauan Dikeluarkan Bawaslu Kota Bandar Lampung Cegah Kecurangan Pilkada 2024
Senin, 18 November 2024 -
Sisi Lain Kampanye Cagub Lampung, Arinal Naik Motor, Mirza Naik Helikopter
Senin, 18 November 2024 -
Jangan Lewatkan! Pesta Rakyat Ardjuno di Sidomulyo Lampung Selatan, Hadirkan Andika Kangen Band, Yusuf Cakculay dan Sederet Artis Lainnya
Senin, 18 November 2024