• Kamis, 10 Juli 2025

Kasus OTT di MA, Warning Buat Hakim di Lampung

Senin, 26 September 2022 - 08.11 WIB
597

Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Peristiwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Mahkamah Agung, yang menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati, menjadi warning atau peringatan buat para hakim di Lampung untuk tidak terlibat dalam praktik jual-beli perkara.

Ketua Lampung Corruption Watch (LCW), Juendi Leksa Utama, mengatakan tidak hanya Hakim Agung di MA, semua hakim bisa berpotensi melakukan tindak pidana korupsi jual beli perkara termasuk di Lampung.

“Kasus OTT di MA bisa menjadi peringatan bagi semua penegak hukum khususnya hakim yang ada di Provinsi Lampung baik di pengadilan negeri (PN) maupun pengadilan tinggi (PT) untuk tidak bermain-main dalam mengadili sebuah perkara hukum,” katanya, Minggu (25/9/2022).

Menurut Juendi, bukan menjadi rahasia umum jika sebagian oknum hakim tergiur melakukan transaksi jual-beli perkara. Karena, mereka disodori sejumlah uang dengan nilai cukup besar.

"Semua berpotensi melakukan hal itu, bukan hanya hakim. Tapi semua penegak hukum berpotensi melakukan itu. Kasus Hakim Agung Sudrajad Dimyati menjadi pukulan keras bagi profesi hakim untuk berbenah," ucapnya.

Juendi menegaskan, LCW mengutuk keras perilaku tidak terpuji Hakim Agung Sudrajad Dimyati yang melakukan tindak pidana korupsi. LCW minta agar Sudrajad dihukum maksimal, dan tidak ada maaf atau keringanan hukuman.

“Seharusnya penegak hukum bersikap adil dan membela kebenaran. Namun, hal itu tercoreng dengan kasus jual-beli perkara di MA. Kalau hakim saja bisa disuap, bagaimana keadilan bisa ditegakkan. Dengan siapa lagi masyarakat berharap bisa memperoleh keadilan,” ujarnya.

Ia berharap, kejadian yang menimpa Hakim Agung Sudrajad Dimyati tidak terulang lagi. Harus ada pengawasan yang ketat terhadap hakim agar bisa menjalankan tugasnya memberikan keadilan secara profesional kepada para pencari keadilan.

Sebelumnya, Hakim Agung Sudrajad Dimyati diduga menerima jatah Rp800 juta dari suap terkait pengurusan kasasi gugatan aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Mahkamah Agung (MA).

KPK menahan Hakim Agung Sudrajad Dimyati yang telah ditetapkan sebagai tersangka langsung dilakukan penahanan oleh penyidik KPK pada Jumat (23/9). Setelah ditahan, Sudrajad Dimyati juga diberhentikan sementara oleh Mahkamah Agung (MA).

Kasus yang menjerat Sudrajad Dimyati sebagai tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Jakarta dan Semarang pada Rabu (21/9).

Total, ada delapan orang yang diamankan dalam OTT itu. KPK kemudian melakukan gelar perkara. Hasilnya, KPK menetapkan sepuluh orang sebagai tersangka, termasuk Sudrajad Dimyati.

Ketua KPK, Firli Bahuri, mengatakan kasus ini diawali laporan pidana dan gugatan perdata terkait aktivitas koperasi simpan pinjam Intidana (ID) di Pengadilan Negeri Semarang yang diajukan oleh debitur Koperasi Simpan Pinjam ID, Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS). Kedua pihak itu diwakili kuasa hukumnya, yakni Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES).

"Saat proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, HT dan ES belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut sehingga melanjutkan upaya hukum berikutnya di tingkat kasasi pada Mahkamah Agung," kata Firli.

Firli mengatakan Heryanto dan Ivan Dwi melakukan pengajuan kasasi dengan masih mempercayakan Yosep dan Eko sebagai kuasa hukumnya pada 2022.

KPK menduga Yosep dan Eko melakukan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan Majelis Hakim yang nantinya bisa mengkondisikan putusan sesuai dengan keinginan Yosep dan Eko.

"Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES yaitu DY (Desy Yustria, PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung) dengan adanya pemberian sejumlah uang," ucapnya.

Desy Yustria diduga mengajak Elly Tri Pangestu (ETP) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung dan Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke Majelis Hakim. Desy dkk diduga menjadi representasi dari Sudrajad Dimyati (SD) dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara.

"Terkait sumber dana yang diberikan YP dan ES pada Majelis Hakim berasal dari HT dan IDKS. Jumlah uang yang kemudian diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY sejumlah sekitar SGD 202.000 (ekuivalen Rp 2,2 miliar) yang kemudian oleh DY dibagi lagi dengan pembagian DY menerima sekitar sejumlah Rp 250 juta, MH menerima sekitar sejumlah Rp 850 juta, ETP menerima sekitar sejumlah Rp 100 juta dan SD menerima sekitar sejumlah Rp 800 juta yang penerimaannya melalui ETP," jelasnya.

Dengan penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan YP dan ES pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan KSP ID pailit.

Ada 10 tersangka yang sudah ditetapkan adalah Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati, Elly Tri Pangestu (Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA), Desy Yustria (PNS pada Kepaniteraan MA), Muhajir Habibie (PNS pada Kepaniteraan MA), Redi (PNS MA), dan Albasri (PNS MA) sebagai penerima.

Tersangka lainnya sebagai pemberi adalah Yosep Parera (Pengacara), Eko Suparno (Pengacara), Heryanto Tanaka (Swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam ID), dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (Swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam ID). (*)

Artikel ini sudah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Senin, 26 September 2022 dengan judul "Kasus OTT di MA, Warning Buat Hakim di Lampung"


Video KUPAS TV : WOW! Harta Tersangka Korupsi Lukas Enembe Melonjat 10 Kali Lipat Dalam 8 Tahun