• Minggu, 27 Oktober 2024

Komnas PA Minta Jaksa Tinjau Kembali Tuntutan Kasus KDRT ASN di Lambar yang Dinilai Terlalu Ringan

Sabtu, 24 September 2022 - 08.33 WIB
488

Ketua Komnas Perlindungan Anak (KKPA) Provinsi Lampung Bidang Pemenuhan Hak Anak yang juga mejabat sebagai Direktur Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak (LPHPA) Toni Fisher. Foto: Dok

Kupastuntas.co, Lampung Barat - Permasalahan terkait tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Arta Dinata oknum ASN pelaku KDRT yang hanya dituntut 8 bulan dinilai tidak memberikan keadilan bagi korban, permasalahan tersebut kini masih terus bergulir dan mendapat respon dari berbagai pihak.

Bahkan permasalahan yang dinilai tidak berkeadilan itu turut di soroti oleh Ketua Komnas Perlindungan Anak (KKPA) Provinsi Lampung Bidang Pemenuhan Hak Anak yang juga mejabat sebagai Direktur Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak  (LPHPA) Toni Fisher.

Menurutnya sebagai lembaga yang fokus terhadap pemenuhan hak perempuan dan anak terutama bagi korban kekerasan pihaknya merasa sangat kecewa dengan tuntutan yang hanya 8 bulan tersebut bahkan pihaknya menilai penegakan hukum untuk kasus KDRT masih sangat rendah dan dianggap tidak penting.

BACA JUGA: Kejari Lambar Beberkan Alasan JPU Tuntut 8 Bulan Oknum ASN Pelaku KDRT

"Terkait pertimbangan yang di sampaikan oleh pihak JPU yang menyatakan bahwa pihak terdakwa sudah meminta maaf agar tidak menjadi alasan utama sehingga bisa meringankan perbuatan terdakwa, jaksa harus melihat juga latar belakang peristiwa tersebut seperti apa hingga korban mendapat penderitaan yang sangat tidak manusiawi," katanya.

Sebab menurutnya persoalan ada pernyataan memaafkan di saat persidangan, jangan menjadi alasan meringankan dalam proses penegakan hukum KDRT. Jika hal tersebut terus dilakukan dirinya meyakini bahwa kepercayaan masyarakat atas implementasi dan penegakan hukum makin berkurang bahkan tidak di percaya dan pasti akan ada pelaku yang lain.

"Apa jadinya nasib para perempuan di Lampung Barat atau para istri disana bila penegakan hukum kasus KDRT sedemikian adanya. Oleh sebab itu semoga menjadi bahan perhatian bagi penegak hukum dan terutama jaksa yang sedang menangani kasus ini dan juga menjadi perhatian utama juga bagi Pemda Lampung Barat," ujarnya.

Iya juga meminta kepada JPU untuk meninjau kembali tuntutan yang telah diberikan untuk memenuhi azas keadilan yang berpihak kepada korban, sehingga nantinya bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat umum jika ada permasalahan yang sama.

BACA JUGA: Tuntutan 8 Bulan Oknum ASN Pelaku KDRT di Lambar Dinilai Ciderai Keadilan Korban

"Penegakan kasusnya tidak main-main, dan saya yakin pasti menimbulkan kepercayaan masyarakat kepada penegak hukum makin tinggi, juga bisa menjadi salah satu model dari pencegahan kekerasan yang salah satunya adalah serius nya penegakan hukum untuk para korban KDRT," ujarnya.

Selanjutnya, dirinya pun sangat berharap perjalanan kasus ini harus terus menjadi perhatian dari pemerintah daerah Lampung Barat, karena korban adalah warga masyarakat nya dan ini juga menjadi salah satu indikator kepercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah.

Terpisah pihak kuasa hukum korban Hilda Rina S.H.,M.H mengatakan bahwa banyak perkara di persidangan yang pihak terdakwa meminta maaf terhadap korban dan korban memaafkan tetapi terkadang bukan menjadi pertimbangan JPU dalam melaksanakan tuntutan.

"Apakah hanya karena korban sudah memaafkan jadi JPU hanya menuntut 8 bulan? dimana keadilan untuk korban, berarti perkara KDRT dengan terdakwa Arta ini bisa dijadikan runtutan hukum untuk perkara KDRT berikutnya, korban sudah jelas menderita secara fisik dan psikis dan ada buktinya," kata Hilda.

Bukti tersebut bahkan tertuang dalam hasil Asesment dari Psikolog, Hilda menerangkan korban memang telah memaafkan tetapi tidak untuk proses hukumnya sehingga pihaknya akan tetap membuat laporan ke Kejaksaan Agung mengenai tuntutan dari JPU yang dinilai sangat rendah terhadap terdakwa.

"Sebagai pembanding perkara Roni yang menganiaya istri sirinya pakai KUHP aja 3 tahun tuntutan nya. Ini lex spesialis kok JPU hanya dituntut 8 bulan kan aneh ini sebenarnya ada apa?, jika seperti itu untuk kedepan hanya dengan meminta maaf kepada korban JPU langsung dapat menuntut rendah terhadap terdakwa KDRT," tegasnya.

"Dan juga Arta ini minta maaf buka inisiatifnya tapi di karenakan hakim yg bertanya. Itu pun terdakwa nya masih sempat berpikir untuk minta maaf terhadap korban. Jadi harus dibedakan perdamaian dan permintaan maaf," pungkasnya. (*)

Video KUPAS TV : Gubernur Papua Jadi Tersangka Korupsi