• Rabu, 02 Juli 2025

Harus Tunggu Empat Hari Dulu Baru Dapat Solar, Nelayan: Hidup Tambah Susah!

Rabu, 07 September 2022 - 08.25 WIB
159

Suasana nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lempasing, Teluk Betung Timur. Foto: Dok Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lempasing, Kecamatan Telukbetung Timur, Bandar Lampung harus menunggu selama empat hari untuk bisa mendapatkan solar. Akibatnya, selama empat hari mereka tidak bisa melaut.

Selama ini para nelayan di TPI Lempasing mendapatkan jatah solar dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) TPI Lempasing untuk bisa melaut dan menangkap ikan. Sayangnya, di SPBN ini stok solar sering kosong.

Abdul Holik (29), nelayan setempat, menuturkan harga solar yang dinaikkan pemerintah sangat berdampak terhadap pendapatan nelayan yang mendapat uang dari melaut dan menangkap ikan. "Kami para nelayan kini jadi semakin susah. Penghasilan jadi berkurang, nggak sebanding dengan pengeluaran," kata Abdul, Selasa (6/9).

Nelayan semakin dibuat susah, karena harus menunggu selama empat hari untuk bisa mendapatkan solar subsidi di SPBN TPI Lempasing. “Saya dan nelayan lainnya bahkan sampai harus menunggu dan tidur di dekat SPBN agar bisa mendapatkan jatah solar untuk melaut. Itupun harus menunggu selama empat hari,” ujar dia.

Abdul mengungkapkan, setiap nelayan hanya mendapatkan jatah sebanyak 500 liter solar yang hanya bisa untuk melaut selama lima hari. “Jadi satu hari itu kami paling tidak butuh 100 liter solar untuk melaut. Pengeluaran kami semakin besar dengah harga solar yang naik,” ungkapnya.

Ia berharap pemerintah bisa menyesuaikan kembali harga solar sesuai dengan kemampuan para nelayan. "Kalau naikin ya jangan tinggi, paling nggak Rp6.000 per liter. Karena dengan kini harga solar naik jadi Rp6.800 per liter maka penghasilan kami bisa menurun sampai 30 persen," ucapnya.

Doni, nelayan lainnya, mengaku hanya bisa pasrah dengan keputusan pemerintah yang menaikkan harga solar. "Ya saya mah pasrah saja. Semoga saja  tangkapan ikannya bisa lebih banyak dari sebelumnya biar bisa menutupi pengeluaran yang semakin besar,” imbuhnya.

Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Bandar Lampung meminta PT Pertamina bisa menjaga ketersediaan kuota solar untuk nelayan. Pertamina harus memprioritaskan solar untuk nelayan pasca ada kenaikan harga.

Ketua HNSI Bandar Lampung, Kusaeri, mengatakan Pertamina harus memprioritaskan kuota solar bagi nelayan agar bisa melaut dan mendapatkan penghasilan.

"Yang perlu diperhatikan terutama adalah kuota atau volume BBM jenis solar untuk nelayan. Harapannya bisa diprioritaskan dan terus berkesinambungan tetap stabil. Sebab sebelum harga naik kuota fluktuatif," ucapnya.
Dia mengatakan, saat ini kuota solar di SPBN berkisar 8 kiloliter dengan jumlah kapal nelayan yang ada di Bandar Lampung sebanyak 2.000 unit. "Kalau bisa ditambah menjadi 12 kiloliter sehingga saat kapal nelayan mengisi tidak perlu mengantre panjang," kata dia.

Kusaeri mengatakan, dengan terus tersedianya dan terjaganya kuota solar untuk nelayan dapat sedikit membantu nelayan agar dapat terus produktif. "Nelayan ini bergantung dengan solar untuk bisa melaut, dan mencari nafkah. Kami menerima kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi dengan catatan kuota atau volume solar nelayan ini bisa ditambah dan benar-benar tepat sasaran ke nelayan," ujarnya.

PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel mengapresiasi Polda Lampung yang telah menindak dengan tegas oknum pelaku penimbunan BBM bersubsidi.

Area Manager Communication, Relation & CSR PT Pertamina Parta Niaga Sumbagsel, Tjahyo Nikho Indrawan, mengatakan tindakan tegas terhadap penimbun, industri maupun perseorangan yang menyelewengkan BBM bersubsidi telah diatur dalam Pasal 55 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar," kata Nikho, Selasa (6/9).

Nikho menegaskan, Pertamina akan memberikan sanksi kepada setiap SPBU yang terbukti melakukan pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sanksi tersebut berupa surat peringatan hingga skorsing penyaluran BBM selama 30 hari. Hal ini diharapkan bisa menjadi efek jera kepada lembaga penyalur agar tidak mengulangi kesalahan.

Ia menjelaskan, saat ini konsumsi BBM jenis solar untuk wilayah Lampung sudah menyentuh angka 20 persen diatas proyeksi kuota untuk minggu ke-4 bulan Agustus tahun 2022. Dengan rata-rata konsumsi harian mencapai 1.978 kiloliter.

Sementara untuk Pertalite sudah mencapai sekitar 33 persen diatas proyeksi kuota untuk minggu ke-4 bulan Agustus tahun 2022. Dengan rata-rata konsumsi harian mencapai 2.225 kiloliter.

Ia menerangkan, pihaknya terus mengoptimalkan penyaluran dengan menambah jam operasional Fuel Terminal BBM untuk mengantisipasi lonjakan konsumsi dan mengoptimalisasi Awak Mobil Tangki agar lebih efektif. (*)