Harus Tunggu Empat Hari Dulu Baru Dapat Solar, Nelayan: Hidup Tambah Susah!

Suasana nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lempasing, Teluk Betung Timur. Foto: Dok Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar
Lampung - Nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lempasing, Kecamatan
Telukbetung Timur, Bandar Lampung harus menunggu selama empat hari untuk bisa
mendapatkan solar. Akibatnya, selama empat hari mereka tidak bisa melaut.
Selama ini para
nelayan di TPI Lempasing mendapatkan jatah solar dari Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Nelayan (SPBN) TPI Lempasing untuk bisa melaut dan menangkap ikan.
Sayangnya, di SPBN ini stok solar sering kosong.
Abdul Holik (29),
nelayan setempat, menuturkan harga solar yang dinaikkan pemerintah sangat
berdampak terhadap pendapatan nelayan yang mendapat uang dari melaut dan
menangkap ikan. "Kami para nelayan kini jadi semakin susah. Penghasilan
jadi berkurang, nggak sebanding dengan pengeluaran," kata Abdul, Selasa
(6/9).
Nelayan semakin dibuat
susah, karena harus menunggu selama empat hari untuk bisa mendapatkan solar
subsidi di SPBN TPI Lempasing. “Saya dan nelayan lainnya bahkan sampai harus
menunggu dan tidur di dekat SPBN agar bisa mendapatkan jatah solar untuk
melaut. Itupun harus menunggu selama empat hari,” ujar dia.
Abdul mengungkapkan,
setiap nelayan hanya mendapatkan jatah sebanyak 500 liter solar yang hanya bisa
untuk melaut selama lima hari. “Jadi satu hari itu kami paling tidak butuh 100
liter solar untuk melaut. Pengeluaran kami semakin besar dengah harga solar
yang naik,” ungkapnya.
Ia berharap pemerintah
bisa menyesuaikan kembali harga solar sesuai dengan kemampuan para nelayan.
"Kalau naikin ya jangan tinggi, paling nggak Rp6.000 per liter. Karena
dengan kini harga solar naik jadi Rp6.800 per liter maka penghasilan kami bisa
menurun sampai 30 persen," ucapnya.
Doni, nelayan lainnya,
mengaku hanya bisa pasrah dengan keputusan pemerintah yang menaikkan harga
solar. "Ya saya mah pasrah saja. Semoga saja tangkapan ikannya bisa
lebih banyak dari sebelumnya biar bisa menutupi pengeluaran yang semakin besar,”
imbuhnya.
Himpunan Nelayan
Seluruh Indonesia (HNSI) Bandar Lampung meminta PT Pertamina bisa menjaga
ketersediaan kuota solar untuk nelayan. Pertamina harus memprioritaskan solar
untuk nelayan pasca ada kenaikan harga.
Ketua HNSI Bandar Lampung, Kusaeri, mengatakan Pertamina harus memprioritaskan
kuota solar bagi nelayan agar bisa melaut dan mendapatkan penghasilan.
"Yang perlu
diperhatikan terutama adalah kuota atau volume BBM jenis solar untuk nelayan.
Harapannya bisa diprioritaskan dan terus berkesinambungan tetap stabil. Sebab
sebelum harga naik kuota fluktuatif," ucapnya.
Dia mengatakan, saat ini kuota solar di SPBN berkisar 8 kiloliter dengan jumlah
kapal nelayan yang ada di Bandar Lampung sebanyak 2.000 unit. "Kalau
bisa ditambah menjadi 12 kiloliter sehingga saat kapal nelayan mengisi tidak
perlu mengantre panjang," kata dia.
Kusaeri mengatakan,
dengan terus tersedianya dan terjaganya kuota solar untuk nelayan dapat sedikit
membantu nelayan agar dapat terus produktif. "Nelayan ini bergantung
dengan solar untuk bisa melaut, dan mencari nafkah. Kami menerima kebijakan
kenaikan harga BBM bersubsidi dengan catatan kuota atau volume solar nelayan
ini bisa ditambah dan benar-benar tepat sasaran ke nelayan," ujarnya.
PT Pertamina Patra
Niaga Regional Sumbagsel mengapresiasi Polda Lampung yang telah menindak dengan
tegas oknum pelaku penimbunan BBM bersubsidi.
Area Manager
Communication, Relation & CSR PT Pertamina Parta Niaga Sumbagsel, Tjahyo
Nikho Indrawan, mengatakan tindakan tegas terhadap penimbun, industri maupun
perseorangan yang menyelewengkan BBM bersubsidi telah diatur dalam Pasal 55 UU
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Setiap orang
yang menyalahgunakan pengangkutan dan atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar
gas, dan atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah dipidana dengan
pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60
miliar," kata Nikho, Selasa (6/9).
Nikho menegaskan,
Pertamina akan memberikan sanksi kepada setiap SPBU yang terbukti melakukan
pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sanksi tersebut berupa surat
peringatan hingga skorsing penyaluran BBM selama 30 hari. Hal ini diharapkan
bisa menjadi efek jera kepada lembaga penyalur agar tidak mengulangi kesalahan.
Ia menjelaskan, saat
ini konsumsi BBM jenis solar untuk wilayah Lampung sudah menyentuh angka
20 persen diatas proyeksi kuota untuk minggu ke-4 bulan Agustus tahun 2022.
Dengan rata-rata konsumsi harian mencapai 1.978 kiloliter.
Sementara untuk
Pertalite sudah mencapai sekitar 33 persen diatas proyeksi kuota untuk minggu
ke-4 bulan Agustus tahun 2022. Dengan rata-rata konsumsi harian mencapai 2.225
kiloliter.
Ia menerangkan,
pihaknya terus mengoptimalkan penyaluran dengan menambah jam operasional Fuel Terminal
BBM untuk mengantisipasi lonjakan konsumsi dan mengoptimalisasi Awak Mobil
Tangki agar lebih efektif. (*)
Berita Lainnya
-
Hadirkan Artis Ibukota, Persiapan Bandar Lampung Expo 2025 Capai 80 Persen
Rabu, 02 Juli 2025 -
Kejari Bandar Lampung Setor Rp900 Juta Uang Korupsi Program Griya BNI Cabang Tanjung Karang
Rabu, 02 Juli 2025 -
Pesan Haru Rektor UIN RIL ke Wisudawan Periode II 2025: Ilmu Ini untuk Siapa?
Rabu, 02 Juli 2025 -
Dosen Universitas Teknokrat Jadi Keynote Speaker pada Seminar Internasional ICTERLT 2025
Rabu, 02 Juli 2025