• Rabu, 02 Oktober 2024

Menapaki Upaya Mengembalikan Kejayaan Lada Lampung

Selasa, 16 Agustus 2022 - 08.21 WIB
577

Petani saat memanen lada. Foto: Dok

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Provinsi Lampung terancam kehilangan ikon tanah lada seiring dengan produktivitas lada yang terus menurun setiap tahunnya. Kondisi semakin diperparah dengan harga lada yang kian terpuruk, dan banyaknya pohon lada terserang penyakit busuk pangkal batang.  

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, produksi lada di Provinsi Lampung terus mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2019 produksi lada di Lampung sebanyak 14.730 ton. Pada tahun 2020 produksi lada menurun menjadi 14.718 ton. Dan di tahun 2021 produksi lada menurun lagi menjadi 14.698 ton.

Data yang sama juga tercatat pada Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Produksi lada di Lampung pada tahun 2020 sebanyak 15.589 ton dengan luas tanam mencapai 45.778 hektar. Pada 2021 produksi lada di Lampung menurun menjadi 15.489 ton dengan luas tanam tetap sama yakni 45.778 hektar.

Sejumlah petani di Desa Gunung Sari, Kecamatan Ulubelu, Kabupaten Tanggamus mengeluhkan penurunan harga lada yang terus terjadi setiap musim panen.

Rata-rata petani di Kecamatan Ulubelu menanam lada atau King of Spice menggunakan sistem tumpang sari di sela-sela tanaman kopi. Mustofa (31), petani di Ulubelu mengatakan, saat ini harga lada hitam berkisar Rp50 ribu dan lada putih Rp60 ribu per kilogram.

"Tahun lalu harga lada mencapai Rp80.000 per kilogram bahkan pernah mencapai Rp100.000 per kilogram. Saat ini menjelang panen justru harganya malah turun. Perkiraan panen nanti di bulan September," kata Mustofa, Senin (15/8).

Mustofa mengungkapkan, produktivitas lada di Kabupaten Tanggamus tahun ini diprediksi akan mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

"Tahun ini buah lada jelek tidak seperti tahun lalu. Tahun lalu saya bisa panen kurang lebih dapat 50 kilogram. Untuk tahun ini paling cuma dapat 30 kilogram saja. Salah satunya faktornya karena beberapa bulan kemarin curah hujan di Tanggamus cukup tinggi," ujar Mustofa.

Petani lada lainnya, Sarwono (40), menuturkan tanaman ladanya saat ini sedang diserang penyakit busuk pangkal batang yang mengakibatkan hasil panen lada ikut menurun.

"Karena beberapa bulan kemarin di sini hujan terus. Jadi habis kena hujan daun tanaman lada jadi kuning, layu terus nggak lama kemudian mati. Kayaknya tahun ini produksi bisa turun sampai 30 an persen," kata Sarwono.

Sarwono mengungkapkan, ia menanam lada menggunakan sistem tumpang sari dengan tanaman kopi. Dari lahan  kopi seluas satu hektar ada sekitar 30 persen yang ditanami pohon lada.

"Lada inikan ditanamnya harus di lahan yang datar biar saat panen nggak sulit. Sementara di Ulubelu ini kebunnya di dataran tinggi jadi tanaman ladanya paling cuma 30 persen. Itu ladanya ditanam di tanjar," ungkapnya.

Ia berharap kepada pemerintah daerah dapat memberikan edukasi serta bantuan bibit lada ke petani untuk membantu peningkatan produksi.

"Disini tidak pernah ada penyuluhan dan bantuan bibit. Jadi kalau kita mau nanam baru kita cuma memanfaatkan solor dari lada yang ada. Itu juga tidak tahu apakah varietasnya bagus atau tidak," imbuhnya.

Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Lampung, Kusnardi, mengatakan banyak tanaman lada diserang penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur Patogen P. Capsici. Penyakit ini ikut mempengaruhi penurunan produktivitas lada di Provinsi Lampung.

"Kendalanya saat ini adalah penyakit busuk pangkal, maka kita giatkan teknik sambung. Dibawahnya bisa lada liar atau melada kemudian di atas baru lada dengan tingkat produksi tinggi seperti natar 1 atau natar 2 atau varietas lainnya," kata Kusnardi.

Menurutnya, teknik sambung tersebut memiliki beberapa kelebihan seperti pohon akan lebih cepat berubah, hasil produksi lebih tinggi, proses pembuatan lebih cepat serta menghasilkan pohon lada yang perdu yang tidak menjalar dan tidak memerlukan tiang panjat.

"Dengan penempatan teknologi lada sambung tersebut harapannya untuk kedepan ada hasil yang lebih baik lagi dalam peningkatan produksi. Sebab lada ini berumur tiga tahun baru bisa menghasilkan buah," terangnya.

Kusnardi menerangkan, produksi lada terbanyak yang bagus dan masih teratur ada di Lampung Timur, Lampung Utara, Way Kanan dan sekarang tengah dikembangkan di Tanggamus.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Lampung mencatat, pada tahun 2021 ekspor lada hitam dan putih asal Lampung mencapai 11.848 ton atau senilai 41.756.825 Dolar Amerika Serikat (USD) atau Rp584.595.550.000.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung, Elvira Umihanni, mengungkapkan untuk lada hitam telah di ekspor ke 27 negara, sementara untuk lada putih telah di ekspor ke 16 negara.

"Pada tahun 2021 kemarin untuk lada hitam jumlah yang telah berhasil di ekspor seberat 9.702 ton dengan nilai 31.462.518 USD. Sementara untuk lada putih seberat 2.146 ton dengan nilai 10.294.307 USD," terang Elvira.

Lada asal Lampung di ekspor ke negara Australia, Belgia, Canada, China, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Hongkong, India, Italy, Jepang, Malaysia, Nepal, dan Belanda.

Selanjutnya negara Pakistan, Polandia, Rusia, Saudi Arabia, Singapura, Spanyol, Taiwan, Thailand, Turki, United Kingdom, Amerika Serikat dan Vietnam.

"Untuk negara yang terbanyak menerima ekspor lada ada China seberat 2.018 ton, Vietnam seberat 1.547 ton, kemudian Amerika Serikat 1.389 ton dan India seberat 1.018 ton," bebernya.

Sementara untuk negara penerima ekspor lada putih ialah Australia, China, Perancis, Jerman, Yunani, Hongkong, India, Italy, Jepang, Korea, Belanda, Singapura, Taiwan, United Kingdom, Amerika Serikat dan Vietnam.

"Untuk negara terbanyak yang menerima ialah Amerika Serikat seberat 936 ton, kemudian China 275 ton, Prancis 270 ton kemudian ada Vietnam 290 ton," kata dia.

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Lampung meminta pemerintah daerah dapat memberikan pembinaan kepada para petani lada di Lampung.

Wakil Ketua Kadin Provinsi Lampung, Yuria Putra Tubarad, mengungkapkan langkah tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menjaga agar produktivitas lada tidak mengalami penurunan.

"Produksi lada menurun ini karena petani sedih harga turun. Maka pemerintah harus menjaga stabilitas harga. Pemberian pembinaan pasca panen kepada petani juga penting dilakukan," kata Yuria, Senin (15/8).

Menurutnya, saat ini para petani di Provinsi Lampung menjual lada kepada tengkulak sehingga harganya rendah. "Sekarang kan mereka hanya panen dan jual ke tengkulak dengan harga rendah. Mereka harus diberikan pembinaan agar bisa mengolah lada putih menjadi bubuk sehingga tidak hanya berorientasi kepada konsumen luar negeri tapi juga dalam negeri," ujarnya.

Anggota Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, juga meminta pemerintah daerah untuk memberikan bantuan bibit lada dengan varietas unggul kepada para petani.

"Kondisi di lapangan saat ini kan para petani terkendala oleh penyakit busuk pangkal batang. Maka harus ada bantuan pemberian bibit dengan varietas unggul agar para petani ini tidak putus asa," terangnya.

Menurutnya, langkah tersebut penting dilakukan guna meningkatkan produktivitas lada lantaran Lampung dikenal sebagai penghasil lada hitam atau black pepper terbesar sejak zaman penjajahan. "Maka perlu melakukan pembinaan lebih serius ke petani lada dan perlu program khusus dari pemda karena memang lada adalah ciri khas Lampung," kata dia. (*)

Berita ini telah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Selasa 16 Agustus 2022, dengan judul "Lampung Terancam Kehilangan Ikon Tanah Lada"