• Jumat, 25 Oktober 2024

Kualitas Menurun, Petani di Lambar Minta Jenis Pupuk Subsidi Diganti

Kamis, 21 Juli 2022 - 15.15 WIB
263

Petani sekaligus ketua Kelompok Tani Melati 1 di Pekon (Desa) Hanakau, Kecamatan Sukau Adi Suwito (Kiri) saat dikunjungi di kediamannya, Kamis (21/7/2022). Foto : Echa/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Barat - Petani di Lampung Barat mengeluhkan turunnya kualitas pupuk bersubsidi jenis NPK Pusri dibandingkan jenis NPK Gresik yang menyebabkan sangat lambannya pertumbuhan dan turunnya hasil produksi pertanian.

Hal tersebut diungkapkan Adi Suwito seorang petani sekaligus ketua kelompok tani Melati 1 di Pekon (Desa) Hanakau, Kecamatan Sukau. Ia mengungkapkan bahwa perbedaan kualitas kedua pupuk tersebut bahkan bisa setengah bulan masa pertumbuhan.

"Misal pupuk Gresik masa pertumbuhan nya 1 bulan nah yang pusri ini pertumbuhan nya bisa 1 setengah bulan bahkan hasil nya pun kurang maksimal jadi para petani disini jarang menggunakan jenis pupuk itu, ada tapi tidak banyak seperti yang jenis gresik," katanya, Kamis (21/7/2022).

Adi menjelaskan sebenarnya kebutuhan pupuk bersubsidi untuk petani setempat tercukupi hanya saja kurang dimaksimalkan serapannya oleh petani karena kualitasnya yang kurang baik tersebut, sehingga petani lebih memilih pupuk non subsidi dengan harga yang cukup mahal.

"Biasanya petani ngakalinnya dengan cara dikocor dicampur dengan air, jadi pupuk non subsidi jenis mutiara beli ngecer di campur air karena kan enggak mungkin kita hanya ngandelin pupuk bersubsidi terus dengan kualitas yang kurang maksimal bisa-bisa hasil produksi kita turun," tuturnya.

Harga pupuk Non Subsidi yang mahal juga menjadi keluhan petani setempat, seperti jenis pupuk Mutiara harganya yang mencapai Rp900rb/Karung dengan berat 50 Kg membuat para petani harus putar otak untuk mengatur biaya produksi agar hasil pertanian mereka tetap bagus.

"Caranya ya ngecer karena kalau beli karungan sudah enggak sanggup biaya produksi dengan hasil yang kita dapat enggak ketutup, sekarang harga sayuran masih bagus petani masih bisa untung nah kalau harga sayur atau yang lain anjlok bisa menjerit petani," ucapnya.

Sehingga pihaknya berharap kedepan ada solusi dari Pemerintah baik Kabupaten hingga Pusat agar pupuk bersubsidi yang di alokasikan untuk petani agar bisa di ganti atau dikembalikan ke jenis pupuk gresik yang memang kualitas nya cukup bagus untuk petani setempat.

Terpisah, Usup salah satu pemilik toko obat PD. Anugerah di Pekon (Desa) Hanakau menyampaikan bahwa kenaikan harga pupuk non subsidi saat ini bahkan 2 kali lipat, seperti pupuk mutiara yang sebelumnya Rp450 kini menjadi Rp900000-950000/Karung, Jerman kandungan 15 Rp850.000, bahkan jenis Saprotan Rp900000 bahkan lebih.

Kenaikan harga pupuk non subsidi tersebut disebabkan terbatasnya bahan baku yang didapat. Sebab selama ini Indonesia masih bergantung pada bahan baku impor yang di dapat dari Rusia dan Jerman sehingga memicu kenaikan harga yang cukup signifikan terhadap harga pupuk yang ada saat ini.

"Jika berbicara pupuk Subsidi saya mungkin tidak mempunyai wewenang membahas hal tersebut, namun yang pasti harga masih terbilang normal hanya saja para petani lebih memilih menggunakan pupuk Non Subsidi meskipun pembelian nya ngecer, yang subsidi kita hanya jual dua jenis yaitu NPK dan Urea," pungkasnya. (*) 


Editor :