• Minggu, 29 September 2024

Dugaan Mafia Tanah, LBH: Laporan Warga Malangsari Hari Ini Dilimpahkan ke Polda Lampung

Selasa, 19 Juli 2022 - 13.50 WIB
237

Direktur LBH Bandar Lampung, Jumaindra (kanan) dan Warga Pendemo Hartini (kiri) saat diwawancarai di Tugu Adipura, Selasa (19/7/2022). Foto: Muhaimin/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Terkait dugaan mafia tanah di Desa Malangsari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan (Lamsel), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menyebut jika masyarakat telah melaporkan ke Polres Lampung Selatan dan hari ini perkembangannya dilimpahkan ke Polda Lampung.

Hal itu diungkapkan Direktur LBH Bandar Lampung, Jumaindra, saat membantu para warga Desa Malangsari menuntut keadilan atas tanah yang telah ditempati mereka sejak tahun 1970.

Jumaindra juga mengatakan, hari ini masyarakat desa Malangsari datang  di Tugu Adipura menuntut tanah mereka yang mulai dibangun pada tahun 1997.

"Sampai dengan hari ini lokasi itu tetap didiami oleh masyarakat, bahkan dibangun fasilitas-fasilitas umum lain seperti masjid, jalan dan lain sebagainya," kata Jumaindra, saat dimintai keterangan di lokasi, Selasa (19/7/2022).

Dirinya menjelaskan, pada tahun 2020 telah terbit 6 sertifikat dan dipasang plang di tanah tersebut yang berati sudah beralih ke tangan orang lain.

"Masyarakat tidak pernah tahu sama sekali proses penerbitan sertifikat itu dan kemudian tidak pernah tahu pengukuran terhadap tanah-tanah itu untuk proses penerbitan sertifikat," lanjutnya.

Baca juga : Warga Malangsari Gelar Aksi, Minta Polisi Tuntaskan Dugaan Mafia Tanah di Lamsel

Ia juga menyampaikan kalau masyarakat justru dilaporkan balik oleh pihak AM yang mana dikatakan mereka melakukan penyerobotan tanah.

"Perkembangannya juga kali ini masyarakat telah melaporkan ke Polres Lampung Selatan dan hari ini perkembangannya dilimpahkan ke Polda Lampung," ujarnya.

Dirinya juga mendorong untuk dilakukan pengungkapan oleh pihak kepolisian terhadap proses penertiban sertifikat tanah yang tidak diketahui oleh masyarakat.

"Hari ini juga ada dugaan pemalsuan tanda tangan pada proses penerbitan sertifikat, dimana satu warga yang tanda tangan ketika dikonfirmasi ia tidak tanda tangan yaitu pak Giono yang hari ini juga kita antarkan ke Polda untuk membuat laporan juga," imbuhnya.

Sementara Hartini yang merupakan salah satu warga yang ikut berdemo mengaku kalau dirinya sudah menempati tanah tersebut sejak tahun 1998.

"Ada sekitar 150 Kepala keluarga yang menempati daerah tersebut," kata Hartini.

Ibu paruh baya tersebut menyampaikan, untuk 10 hektar tanah yang terdampak karena sertifikat tersebut total ada 34 kepala keluarga.

"Rumah warga semua termasuk tempat ibadah yang termasuk dalam sertifikat tersebut," terangnya. (*)


Video KUPAS TV : Proyek Ribuan Hektar di Lampung Selatan Terbengkalai