• Senin, 08 Juli 2024

TAJUK - Sindikat Pengiriman Benur

Senin, 05 Juli 2021 - 00.29 WIB
69

Tajuk. Foto: Doc/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co - Meskipun sudah banyak kasus penyelundupan benur atau benih lobster digagalkan oleh aparat kepolisian, namun pengiriman benur secara ilegal asal Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung keluar daerah masih marak terjadi. 

Hal ini terjadi karena masih banyak nelayan di Pesisir Barat hingga kini yang menangkap benur daripada menangkap ikan. Penyebabnya, harga benur masih lebih ekonomis dibandingkan harga jual ikan.

Seorang nelayan jika sedang beruntung bisa menangkap benur sebanyak 400-500 ekor per hari. Dengan harga jual Rp8 ribu per ekor, nelayan bisa mengantongi uang mencapai Rp3,2 juta per hari. Kondisi inilah yang mendorong sebagian besar nelayan saat ini masih menangkap benur. 

Meskipun mereka sebenarnya tahu bahwa menangkap benur dilarang pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun faktor kebutuhan perut membuat mereka berani melakukan tindakan ilegal tersebut.

Selain itu, para pengepul hingga kini juga masih membeli benur yang ditangkap para nelayan. Pengepul seperti tidak pernah jera meskipun beberapa kali dilakukan penggerebekan oleh aparat kepolisian. Sempat berhenti beroperasi beberapa lama pasca penggerebekan, tidak berselang lama kembali membeli benur dari nelayan. 

Keberanian pengepul ini diduga adanya dukungan atau beking dari oknum aparat. Seperti diungkapkan seorang pengepul, mereka tidak berani beroperasi jika tidak ada beking dari oknum aparat. Sangat tidak mungkin mengirimkan benur hingga keluar daerah, jika tidak ada backup dari oknum aparat.

Pasokan benur dari Pesisir Barat salah satunya dikirim ke negara Vietnam. Seorang pengusaha di Lampung menyebut Vietnam tidak akan mampu memproduksi lobster besar jika tidak ada pasokan dari Indonesia, salah satunya dari Pesisir Barat. 

Sehingga sepanjang mafia pengiriman benur masih belum diberantas, maka penjualan ke luar negeri secara ilegal masih akan terus terjadi. Pemicunya, harga jual benih lobster yang menggiurkan mencapai Rp150 ribu-Rp200 ribu per ekor di luar negeri.

Kasus ekspor benur yang melibatkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menjadi sebuah bukti, betapa besarnya keuntungan rupiah yang bisa dinikmati oleh para perusahaan dan pejabat yang terlibat di dalamnya. 

Sehingga saat kini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah melarang, namun praktek pengiriman benur ilegal masih terus terjadi. Pengawasan seketat apapun yang dilakukan, jika masih ada oknum aparat yang bermain di dalamnya pasti pengiriman benur bisa lolos dari pemeriksaan.

Bahkan, ada dugaan jumlah kasus pengiriman benur ilegal yang lolos dari pemeriksaan petugas sebenarnya jauh lebih banyak, dibandingkan yang berhasil digagalkan. 

Sehingga jangan heran jika saat ini banyak nelayan di Pesisir Barat masih menangkap benur karena banyak pengepul yang masih membelinya. Kenapa pengepul berani menampung benur dari nelayan, karena masih ada pengusaha atau perusahaan yang bisa meloloskan pengiriman keluar negeri. 

Kenapa itu sampai terjadi? Kemungkinan besar karena ada oknum petugas atau oknum aparat yang ikut bermain di dalamnya. Mafia pengiriman benur ilegal inilah yang harus diberantas.

Jika sudah tidak ada pengusaha atau pihak-pihak yang berani mengirimkan benur secara ilegal keluar negeri, dipastikan tidak akan ada lagi pengepul yang berani membeli benur dari nelayan. Pada akhirnya nelayan juga akan kembali mencari ikan, karena benur sudah tidak ada yang menampung atau membeli.

Jika hanya memberikan upaya persuasif berupa sosialisasi kepada nelayan untuk tidak menangkap benur, rasanya kurang efektif. Karena nelayan terbentur dengan kebutuhan perut dan dapur. 

Namun jika sudah tidak ada lagi yang membeli benur, mau tidak mau nelayan akan kembali melaut menangkap ikan. Kuncinya adalah keseriusan dari pemerintah didukung aparat penegak hukum untuk memberantas sindikat pengiriman benur secara ilegal. (*) 


Editor :