• Kamis, 03 Juli 2025

Terkait Pembubaran Ormas FPI, Wakil Ketua PBNU: Seharusnya Pemerintah Menghukum Orangnya

Kamis, 31 Desember 2020 - 18.24 WIB
288

Wakil Ketua Lembaga kajian pengembangan sumberdaya manusia PBNU Pusat, Ahmad Suaedy, saat berkunjung ke Pondok Pesantren di Lampung Timur, Kamis (31/12/2020). Foto: Agus/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Timur - Tindakan Pemerintah Indonesia membubarkan Organisasi Masyarakat Front Pembela Islam (Ormas FPI) merupakan tindakan yang keliru. Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Lembaga kajian pengembangan sumberdaya manusia PBNU pusat, Ahmad Suaedy, Kamis (31/12/2020).

Saat dikonfirmasi usai memberikan materi tentang Haoul Gusdur (Abdurahman Wahid) ke-11, di Pondok Pesantren Darussalamah, Desa Braja Dewa, Kecamatan Way Jepara, Lampung Timur, Dekan Fakultas Islam Nusantara di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Jakarta itu mengatakan, seharusnya yang dilakukan pemerintah yakni menghukum orang-orang yang sudah melakukan pengancaman terhadap warga Negera.

"Sudah saya katakan sebelumnya, Rizik bisa dijerat dengan pasal pengancaman kepada seseorang, dengan ancaman akan memenggal kepalanya. Seharusnya persoalan itu yang harus ditanggapi," kata DR. Ahmad Suaedy M.Hum yang juga sebagai Anggota Ombudsman RI.

Ahmad Suaedy melanjutkan, Cara-cara pembubaran organisasi atau wadah itu tidak baik, karena sudah pernah dilakukan oleh pemerintah saat membubarkan HTI, dan saat ini sudah ada informasi bahwa FPI akan menggantikan Ormas nya dengan Front Persatuan Islam.

"Artinya percuma, tidak ada penyelesaian dengan membubarkan FPI. Sebab akan ada lagi FPI yang baru, hanya beda nama namun isi penggeraknya sama," lanjut Ahmad Suaedy.

Secara substansi bagus membubarkan wadah organisasi (FPI), namun secara strategi pemerintah kurang tepat, karena itu akan menjadi pembelaan bagi FPI. Dengan adanya pembelaan yang dilakukan FPI menunjukan seolah-olah FPI itu benar.

Ahmad Suaedy menambahkan, semestinya lebih tepatnya pemerintah melakukan tindakan kepada penegakan hukum. Artinya orang-orang yang salah ditindak, bukan menindak organisasi atau wadahnya.

"Jika mereka ingin membuat atau mendirikan organisasi kembali dan  jika pemerintah tidak mengijinkan apa alasannya," pungkasnya. (*)