• Jumat, 19 April 2024

Main Kucing-kucingan, Oleh Zainal Hidayat, S.H.

Rabu, 11 Maret 2020 - 07.39 WIB
147

Zainal Hidayat, S.H.

Bung Kupas - Baru saja reda konflik PT Lautan Indonesia Persada (LIP) dengan masyarakat di Kabupaten Lampung Selatan terkait tambang pasir laut di perairan Gunung Anak Krakatu (GAK). Kini muncul lagi konflik juga dalam kasus tambang pasir laut, antara PT Sejati 555 Sampurna Nuswantara dengan masyarakat di Lampung Timur.

Lagi-lagi masyarakat menolak adanya aktifitas tambang pasir yang dilakukan PT 555 di areal Pulau Sekopong. Nelayan di Kecamatan Labuhan Maringgai terus bersiaga untuk mencegah masuknya kapal perusahaan masuk ke lokasi tambang pasir laut.

Praktik tambang pasir laut ditentang warga, karena dikhawatirkan akan mengganggu hasil tangkapan ikan yang menjadi sumber pencaharian nelayan setempat. Warga khawatir aktifitas tambang pasir akan mengganggu ekosistem bawah laut yang menjadi populasi ikan.

Perusahaan pun tetap bersikukuh ingin menyedot pasir laut di areal perairan Lampung Timur itu, karena merasa sudah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Akibatnya, warga dan perusahaan seperti terlibat main kucing-kucingan.

Perusahaan menunggu warga lengah agar bisa masuk ke areal lokasi tambang pasir untuk melakukan aktifitas. Sementara warga terus bersiaga 24 jam, agar kapal perusahaan tidak bisa masuk ke areal perairan Lampung Timur.

Buntutnya seperti yang terjadi pasa Sabtu (07/03/2020) lalu, dimana puluhan nelayan dari Labuhan Maringgai meluncur ke areal Pulau Sekopong saat mendengar ada kapal perusahaan yang hendak melakukan aktifitas penambangan pasir laut.

Tak pelak, sebuah kapal milik perusahaan pun menjadi pelampiasan warga yang kesal dengan ulah perusahaan tersebut. Peristiwa itu setidaknya menjadi masukan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk mencarikan solusi secepatnya guna menyelesaikan konflik tersebut.    

Apalagi, warga sudah menegaskan tidak akan mengizinkan kapal perusahaan masuk ke areal Pulau Sekopong. Demikian pula perusahaan tetap berusaha mencari celah untuk masuk, karena merasa sudah mengantongin IUP. Sekarang kembali ke pemerintah untuk bisa memediasi keduanya, sehingga konflik yang terjadi tidak terus berlarut-larut dan menimbulkan dampak yang meluas. (*)

Editor :