• Jumat, 19 April 2024

Sekda Sebut Penebangan Liar Hutan TNBBS Sebabkan Banjir dan Longsor

Selasa, 14 Januari 2020 - 19.26 WIB
841

Sekdakab Tanggamus, Hamid Heriansyah Lubis saat meninjau lokasi banjir di Pekon Way Kerap, Kecamatan Semaka. Foto:Sayuti

Tanggamus-Banjir bandang dan tanah longsor di Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Kamis (9/1/2020) malam merupakan dampak dari kerusakan hutan di kawasan hulu sungai.

 

Hutan diubah untuk aktivitas pertambangan dan perkebunan, serta penebangan liar menyebabkan berkurangnya area resapan air.

 

Sekretaris Kabupaten Tanggamus, Hamid Heriansyah Lubis mengatakan, curah hujan yang tinggi setelah melewati masa kemarau panjang, yang mengakibatkan tanah menjadi kering menimbulkan retakan dan rongga-rongga tanah. 

 

Dimana saat hujan, air memenuhi rongga dan terjadinya pergeseran tanah, kemudian mengakibatkan erosi tanah dan longsor, bukan jadi penyebab utama banjir dan tanah longsor di Kecamatan Semaka. 

 

"Hutan yang kritis, kerusakan lingkungan berupa alih fungsi lahan, penebangan liar, jadi faktor penting terjadinya bencana banjir dan tanah longsor di Semaka," kata Lubis sapaan akrab Hamid Heriansyah Lubis saat memimpin langsung pembersiham material banjir dan longsor di Kecamatan Semaka.

 

Padahal, kata Lubis, hutan jadi salah satu tempat ideal menangkap air. Akar pohon bisa menyerap air sedangkan humus juga mampu menahan air. "Hutan di hulu sungai yang sudah rusak, membuat area tangkapan air turut berkurang," kata dia.

 

Saat hujan deras, maka langsung menggerus tanah dan air langsung turun membawa lumpur, kayu dan sebagainya. "Perlu kesadaran kita semua untuk menjaga lingkungan, terutama hutan jangan sampai gundul, sebab dampaknya sangat fatal," tegas Lubis.

 

Diketahui, wilayah Kecamatan Semaka menjadi daerah "langganan" banjir bandang dan tanah longsor, dan dilintasi sungai besar Way Semaka dan sungai-sungai kecil lainnya yang berhulu di kawasan hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan hutan lindung.

 

Aktifitas illegal, berupa pembalakan liar dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan, dan pertambangan serta PLTA membuat hutan rusak parah, sehingga perlu mendapat perhatian untuk pelestarian hutan dan alam agar tidak menimbulkan bencana banjir.

 

Kawasan hutan yang menjadikan hulu air perlu dilakukan penghijauan dengan melaksanakan gerakan penghijauan. Namun, saat itu kewenangan untuk melaksanakan gerakan penghijauan melalui Dinas Kehutanan Provinsi Lampung.

 

"Kami berharap kawasan hutan di daerah hulu sungai dapat dilakukan gerakan penghijauan dengan menanam aneka tanaman guna pelestarian alam," kata Anto, salah seorang aktifis lingkungan di Tanggamus.

 

Diperkirakan, seribuan rumah dan ratusan rumah di 12 pekon di Kecamatan Semaka tergenang banjir bandang akibat meluapnya Way Semaka dan sungai-sungai kecil lainnya.

 

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tanggamus mencatat ada 483 rumah rusak ringan, 187 rumah rusak sedang dan 18 rumah rusak berat. Dan sejumlah sekolah terendam dan aktifitas belajar mengajar diliburkan. (*)

Editor :

Tanggamus-Banjir bandang dan tanah longsor di Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Kamis (9/1/2020) malam merupakan dampak dari kerusakan hutan di kawasan hulu sungai.

 

Hutan diubah untuk aktivitas pertambangan dan perkebunan, serta penebangan liar menyebabkan berkurangnya area resapan air.

 

Sekretaris Kabupaten Tanggamus, Hamid Heriansyah Lubis mengatakan, curah hujan yang tinggi setelah melewati masa kemarau panjang, yang mengakibatkan tanah menjadi kering menimbulkan retakan dan rongga-rongga tanah. 

 

Dimana saat hujan, air memenuhi rongga dan terjadinya pergeseran tanah, kemudian mengakibatkan erosi tanah dan longsor, bukan jadi penyebab utama banjir dan tanah longsor di Kecamatan Semaka. 

 

"Hutan yang kritis, kerusakan lingkungan berupa alih fungsi lahan, penebangan liar, jadi faktor penting terjadinya bencana banjir dan tanah longsor di Semaka," kata Lubis sapaan akrab Hamid Heriansyah Lubis saat memimpin langsung pembersiham material banjir dan longsor di Kecamatan Semaka.

 

Padahal, kata Lubis, hutan jadi salah satu tempat ideal menangkap air. Akar pohon bisa menyerap air sedangkan humus juga mampu menahan air. "Hutan di hulu sungai yang sudah rusak, membuat area tangkapan air turut berkurang," kata dia.

 

Saat hujan deras, maka langsung menggerus tanah dan air langsung turun membawa lumpur, kayu dan sebagainya. "Perlu kesadaran kita semua untuk menjaga lingkungan, terutama hutan jangan sampai gundul, sebab dampaknya sangat fatal," tegas Lubis.

 

Diketahui, wilayah Kecamatan Semaka menjadi daerah "langganan" banjir bandang dan tanah longsor, dan dilintasi sungai besar Way Semaka dan sungai-sungai kecil lainnya yang berhulu di kawasan hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan hutan lindung.

 

Aktifitas illegal, berupa pembalakan liar dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan, dan pertambangan serta PLTA membuat hutan rusak parah, sehingga perlu mendapat perhatian untuk pelestarian hutan dan alam agar tidak menimbulkan bencana banjir.

 

Kawasan hutan yang menjadikan hulu air perlu dilakukan penghijauan dengan melaksanakan gerakan penghijauan. Namun, saat itu kewenangan untuk melaksanakan gerakan penghijauan melalui Dinas Kehutanan Provinsi Lampung.

 

"Kami berharap kawasan hutan di daerah hulu sungai dapat dilakukan gerakan penghijauan dengan menanam aneka tanaman guna pelestarian alam," kata Anto, salah seorang aktifis lingkungan di Tanggamus.

 

Diperkirakan, seribuan rumah dan ratusan rumah di 12 pekon di Kecamatan Semaka tergenang banjir bandang akibat meluapnya Way Semaka dan sungai-sungai kecil lainnya.

 

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tanggamus mencatat ada 483 rumah rusak ringan, 187 rumah rusak sedang dan 18 rumah rusak berat. Dan sejumlah sekolah terendam dan aktifitas belajar mengajar diliburkan. (*)

Berita Lainnya

-->