• Kamis, 03 Oktober 2024

Sempat Dibilang Palsu, Kini Kopi Ratu Luwak Milik Sapri Miliki Omset Rp60 juta per Bulan

Selasa, 24 Desember 2019 - 15.59 WIB
527

Keluarga Besar PWI Lambar mengunjungi kediaman Sapri pemilik brand Kopi Ratu Luwak , Selasa (24/12/2019). Foto:Iwan

Lampung Barat-Budaya minum kopi sudah melekat di tengah kehidupan masyarakat Indonesia dari zaman dahulu hingga sekarang, tidak terkecuali masyarakat Provinsi Lampung, apalagi Provinsi berjuluk sang bumi ruwa jurai ini menjadi salah satu Provinsi di Indonesia dengan penghasilan kopi terbesar bahkan saat ini di kepemimpinan Gubernur Arinal Djunaidi dan Chusnunia Chalim sebagai wakilnya menetapkan hari Jum'at sebagai hari minum kopi.


Namun dibalik secangkir kopi yang dinikmati masyarakat, ada cerita panjang sebelum menjadi kopi siap seduh. Dalam cerita panjang tersebut terdapat cerita tentang perjuangan, kerja keras bahkan pengorbanan seperti yang dialamai Sapri, salah seorang pengusaha kopi Luwak dengan Brand 'Ratu Luak' yang berlokasi di Kelurahan Way mengaku, kecamatan Balik Bukit, kabupaten Lampung Barat.


Dikunjungi Keluarga besar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung Barat dikediamannya, Sapri bersama istrinya bercerita sambil menyuguhkan secangkir kopi tentang perjalanannya merintis usaha yang digelutinya sejak tahun 2007 silam. Sapri pun mengaku banyak melewati suka duka selama 12 tahun terahir mulai dari persaingan pasar hingga proses penangkaran Luwak yang dimilikinya.


"Produksi awal kita tahun 2007, hanya saja di tahun itu masih kopi Luwak liar, karena ketika itu baru masuk informasi bahwa kopi Luwak laku, dan harganya cukup tinggi mencapai Rp700ribu perkilonya setelah menjadi kopi bubuk. Dari situlah kita mulai menggelutinya dan alhamdulillah bisa berjalan sampai sekarang," kata Sapri ketika bercerita dengan ditemani Istri disebalelahnya, diteras depan rumahnya, Selasa (24/12).


Seiring berjalannya waktu kata Sapri, kebutuhan pasar tidak bisa dicukupi dengan Luwak liar, sehingga pada tahun 2008 dirinya terinspirasi melakukan penangkaran Luwak sendiri yang pada waktu itu hanya dua ekor dan kini sudah menjadi 100 ekor, dan tepat di tahun 2009 kopi Luwak pun mulai dilirik media nasional maupun internasional, bahkan ada puluhan media asing yang berkunjung dan mengenalkan kopi Luwak termasuk NHK TV jepang di tahun itu.


"Dengan adanya pemberitaan di berbagai media waktu itu, tereskpose lah fakta - fakta tentang kopi Luwak sehingga dimana - mana muncul kopi Luwak mulai dari tingkat nasional bahkan internasional. Namun tidak sampai disitu, beranjak ke tahun 2010 kita hampir bangkrut karena kopi Luwak dinilai dan diduga palsu dengan berbagai pertanyaan, akan tetapi hal tersebut tidak menyurutkan saya tapi malah menjadi pembelajaran untuk terus introfeksi diri dimana letak salahnya," ungkap Sapri.


Setelah dipelajari lebih jauh lagi lanjut Sapri, ternyata kopi Luwak diduga palsu karena terdapat biji yang rusak pada kopi, sedangkan asumsinya Luwak hanya akan memakan kopi yang berkualitas tinggi saja. Lalu di tahun 2011 lagi-lagi dirinya mengalami kesulitan karena para petani enggan untuk petik merah, dan pada akhirnya di tahun 2012 mulai kembali berjalan dengan hasil yang maksimal bahkan dugaan kopi Luwak palsu pun perlahan hilang.


"Sekarang kita punya 100 ekor Luwak dengan Omset sekitar Rp50 hingga Rp60 juta perbulannya, saya mempekerjakan 12 pegawai tetap, dan pada saat musim panen kopi tiba ada 25 pegawai musiman. Saat ini penjualan kopi Luwak yang paling potensial yakni ke arah ibu kota Jakarta dengan produksi rata-rata 5 hingga 7 ton pertahun, tapi itu belum tentu terjual semua. Yang jelas suka duka nya banyak, mungkin kalau tidak kuat-kuat sudah lama gulung tikar karena persaingan pasar cukup memakan hati, ada yang bahkan rela melakukan berbagai upaya agar kita jatuh, namun tidak bisa dipungkiri juga dengan adanya usaha Luwak kami bisa menyekolahkan anak, naik haji, umroh, beli mobil dan menyukupi kebutuhan lainnya," pungkas Sapri. (Iwan)

Editor :