• Jumat, 19 April 2024

Predator Anak di Medsos

Jumat, 20 Desember 2019 - 07.33 WIB
91

Ilustrasi

Bung Kupas - Peristiwa anak di bawah umur menjadi korban pelampiasan birahi teman kenalan di media sosial (Medsos), terus terulang. Meskipun begitu, selalu saja ada korban-korban berikutnya yang menyusul. Pengguna medsos yang berniat buruk terhadap kenalannya, selalu piawai dalam merayu dan membujuk calon korbannya. Sehingga, dengan mudahnya korban diajak pergi dan akhirnya menjadi korban pencabulan.

Teranyar, SL gadis berusia 16 tahun asal Pesawaran sempat menghilang dua hari, dibawa kabur kenalannya melalui Facebook. Mirisnya, selama hilang itu, ia disekap dan diperkosa ramai-ramai oleh 8 pelaku. Ini membuktikan, jika anak di bawah umur rawan menjadi korban predator anak, yang sering mengincar calon mangsanya dengan modus berkenalan melalui medsos.

Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Lampung mencatat,  sepanjang tahun 2019 terjadi 115 kasus kekerasan anak. Jumlah ini mengalami kenaikan cukup drastis, dibandingkan tahun 2018 yang hanya sebanyak 90 kasus.

Lembaga ini juga mencatat, kekerasan pada anak di Lampung lebih dominan berupa kekerasan seksual. Hal ini diakibatkan konten media sosial yang begitu vulgar dan mudah diakses, sehingga pelaku tidak bisa menguasasi diri.

Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati menyebut, kasus kekerasan khususnya seksual pada anak bisa terjadi, juga karena pengawasan yang lemah dari orang tua. Padahal di satu sisi, kejahatan via media sosial semakin sering.

Sudah jadi kecenderungan umum jika anak bercerita perkara sensitif, orang tua malah meresponsnya dengan marah-marah. Itu yang akhirnya  membuat anak takut bicara apa yang dia alami.

Memang tidak mudah bagi orang tua melaporkan, karena takut nama baik anak tercoreng. Padahal seharusnya mereka melindungi korban untuk mendapatkan rehabilitasi yang baik dan menghentikan tindak pidana pelaku.

Sudah saatnya, para orang tua lebih rajin mendampingi dan mengawasi anak-anaknya saat menggunakan media sosial. Sehingga bisa memberikan edukasi yang tepat, ketika anak-anak mulai memasuki ranah orang dewasa. Orang tua harus bisa mengajak anak bersikap terbuka, sehingga saat berkenalan dengan teman baru juga bisa diketahui orang tuanya.

Dengan demikian, anak juga selalu memberitahu ke orang tua, ketika akan bertemu dengan teman barunya. Jika komunikasi anak dan orang tua sudah terbuka, maka orang tua akan lebih mudah mengawasi sepak terjang anaknya. Sehingga anak tidak mudah terjebak menjadi korban predator anak, yang selalu mengintai korbannya setiap saat melalui medsos. (*)

Telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Jumat, 20 Desember 2019

Editor :